Selasa, 27 Juli 2010

Nilai Kemanusiaan Manusia

Allah SWT. telah menempatkan manusia pada posisi yang tinggi dibandingkan dengan mahluk yang lain. Karena hal inilah manusia diberi pendengaran untuk menangkap irama alam semesta. Dijadikan penglihatan untuk menerjemahkan warna-warni alam dalam berbagai nuansa dan harmoni. Dibekali dengan hati sebagai instrumen perasa sensitif untuk menganalisa semua yang terjadi. Serta, manusia dibekali dengan otak sebagai sarana intelegensia sehingga dapat meneliti dan mengamati segala fenomena alam.

Maha suci Allah dengan segala ciptaan-Nya, yang tidak ada kebathilan dalam segala bentuk mahluk yang diciptakan-Nya. Akan tetapi manusia jarang sekali mensyukuri segala karunia yang diterimanya. Manusia cenderung takabur terhadap segala macam atribut yang menempel pada dirinya. Atribut harta, benda, jabatan, dan segala macam bentuk keduniaan lainnya.

Allah SWT berfirman : “Katakanlah; Dia-lah yang menciptakan kamu pendengaran, penglihatan dan hati (tetapi) amat sedikit kamu bersyukur.” (Q.S Al-Mulk: 23)

Tidak hanya itu Allah ta’ala juga memberi manusia kelebihan-kelebihan lain jika dibandingkan mahluk Allah yang lain, yaitu nilai kemanusiaan.

Nilai “kemanusiaan” manusia mengandung sebuah makna bahwa manusia bisa saja bernilai tidak seperti manusia semestinya, bahkan Allah SWT. pernah mensinyalir bahwa ketika manusia tidak dapat memfungsikan semua pemberian yang Tuhan berikan maka manusia ibarat binatang ternak bahkan lebih buruk.

Berikut adalah nilai lebih yang dimiliki manusia:

1. Manusia adalah mahluk paling baik bentuknya

Firman Allah: “sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (Q.S. At-Tiin (95): 4).

Kesempurnaan manusia dari segi fisik tampak jelas. Postur tubuh yang sangat sempurna jika dibandingkan dengan mahluk lainnya. Cobalah kita tengok mahluk-mahluk Allah yang terdapat di kebun binatang, pasti kita menyimpulkan manusia sebagai ciptaan yang paling sempurna.

2. Manusia adalah mahluk yang paling mulia

“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam”. (Q.S.Al-Isra (17): 70) . Kemuliaan yang dimiliki manusia adalah kemuliaan yang Allah berikan sejak manusia lahir, artinya kemuliaan manusia adalah by nature.

3. Mahluk yang paling dilebihkan

“.. Kami angkut mereka di daratan dan lautan, Kami beri mereka rizki yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk yang telah Kami ciptakan”. (Q.S. Al-Isra (17):70)

4. Mahluk yang paling cerdas

Allah telah mengajarkan kepada Adam AS sebagai bapaknya manusia nam-nama benda, firman-Nya: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya.....”(Q.S.Al-Baqarah (2):31). Manusia dibekali dengan volume otak yang sangat besar jika dibandingkan dengan mahluk lainnya.

5. Mahluk yang paling agung

Predikat ini diberikan karena Allah SWT. telah menundukan alam beserta isinya untuk manusia. “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana sesungguhnya Allah SWT telah menundukan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan dibumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin “ (Q.S. Luqman (31): 20).

Nilai “kemanusiaan“ manusia sesungguhnya harus nampak dalam keseharian manusia berupa perilaku yang baik dan sholih. Demikianlah beberapa nilai “kemanusiaan” manusia yang harus dipertahankan, bahkan ditingkatkan. Jika tidak, maka manusia bahkan lebih buruk dari binatang.

Label:

Sabtu, 17 Juli 2010

AL – HAKIIM

Dalam Al-Quran kata hakiim terulang sebanyak 97 kali dan pada umumnya mensifati Allah swt. Ada dua hal lain yang menyandang sifat “hakim”, yaitu kitab suci Al-Quran dan ketetapan Allah SWT. (M. Quraish Shihab, 2000).

Al-Hakim dipahami oleh sementara ulama sebagai “Yang Memiliki Hikmah”, sedangkan hikmah antara lain berarti mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan.

Hakim merupakan satu bentuk superlatif (bentuk kata yang menyatakan paling), satu bentuk pemuliaan dan pengagungan terhadap Dia Yang memiliki segenap kearifan. Karena itu, al-Hakim adalah yang paling arif. Allah sangat arif dalam menciptakan segala sesuatu dan dalam menyempurnakan ciptaan-Nya.

Dalam institusi yudikatif di Indonesia dikenal istilah hakim, yaitu orang yang berhak untuk memutuskan suatu perkara di pengadilan. Penggunaan istilah ini mengindikasikan bahwa seorang hakim adalah orang yang dapat berlaku bijak, arif dan memiliki hikmah sehingga ia tidak akan terpangaruh dalam memutuskan suatu perkara sebagaimana sifat al-Hakim yang dimiliki oleh Allah SWT..

Kearifan Allah mengandung arti bahwa Dia sudah tahu sebelumnya tentang segala sesuatu, dan Dia mewujudkan segala sesuatu dengan sangat arif dan sempurna. Arti kearifan adalah cara terbaik untuk mengetahui sesuatu, dan dengan menggunakan sebaik-baik sarana.

Sebagian ulama mengatakan bahwa al-Hakim adalah Yang adil dalam Penilaian-Nya, penuh kebaikan dalam mengelola urusan, Dia yang menetapkan ukuran (qadar) segala sesuatu, Dia yang kearifan-Nya merupakan tujuan paling akhir. Dia yang menempatkan segala sesuatu di tempatnya yang tepat. Tak ada yang benar-benar dapat memahami atau menilai kearifan Allah dengan benar kecuali Allah Ta`ala sendiri. Al-Hakim tak pernah mementingkan kepentingan sendiri. Tak ada yang dapat menolak apa pun yang dilakukan-Nya.

Al-Hakim berhiaskan kearifan. Sedangkan kearifan adalah yang paling tahu banyak hal melalui sebaik-baik sarana. Yang terbaik di antara segala sesuatu adalah Allah. Jadi Allah adalah al-Hakim Mutlak.

Kalau kita mau meneladani sifat al-hakim yang dimiliki Allah, maka kita akan arif. Kearifan ini akan nampak ketika kita berbuat baik, maka itu kita lakukan dengan sebaik mungkin, sehingga orang akan merasa senang melihat kondisi kita, karena perbuatan kita semata-mata demi menjalankan perintah Allah dan demi menjauhkan diri dari apa saja yang dilarang Allah.

Rasulullah saw. bersabda, “Puncak kearifan adalah takwa kepada Allah”. Orang yang arif adalah orang yang mengajukan dirinya sendiri sebagai ”terdakwa”, artinya ia mencoba untuk berintospeksi terhadap dirinya sebelum mencari kelemahan orang lain. Orang yang arif juga selalu berupaya mengetahui apa yang akan terjadi setelah mati. Upaya ini akan menjadikan ia giat dalam menjalankan berbagai ibadah dan perintah Allah lainnya.

Sebagai kebalikan dari kearifan adalah orang yang lemah pikirannya, yaitu orang yang mengikuti hawa nafsunya dan tidak mau berfikir jauh tentang kejadian yang akan terjadi sesudah kematian, namun demikian ia masih saja menuntut lebih dari Allah akan berbagai kenikmatan dunia.

Mudah-mudahan kita mampu meneladani sifat al-hakim yang dimiliki Allah SWT. amiin.

Label:

Sabtu, 10 Juli 2010

PELAJARAN DARI PERISTIWA ISRA MI’RAJ

        Ada banyak hikmah dan nilai yang bisa diambil dari peristiwa isra’ dan mi’raj yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Hikmah dan nilai tersebut sesungguhnya menjadi harapan dan acuan bagi umatnya dalam menjalani kehidupan ini. Ayat suci al-Qur’an menerangkan peristiwa tersebut dalam Surat al-Isra ayat satu, ''Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya, Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.''

Peristiwa isra’ dan mi’raj ini terjadi pada 27 Rajab. Isra' Mi'raj antara lain menghasilkan perintah yang mewajibkan kaum Muslimin untuk mendirikan shalat lima waktu sehari semalam, yang kemudian dipertegas oleh Nabi sebagai tiang agama. Hasil kewajiban untuk menjalankan sholat inilah yang menjadi essensi dari peristiwa isra mi’raj ini.

''Tidaklah seorang Muslim menghadiri shalat wajib lalu menyempurnakan wudhu, khusuk dan rukuknya melainkan shalat itu menjadi penghapus dosa-dosa yang lalu selama ia tidak mengerjakan dosa besar.'' (HR Muslim). Demikian sebuah hadits yang mengungkapkan kelebihan sholat. Masih banyak keterangan lain yang menjelaskan keutamaan sholat.

Bagi mereka yang sudah terbiasa menjalankan dan sudah menemukan nikmatnya shalat, sekecil apa pun masalah yang dihadapi, ia akan mengadu kepada Allah SWT melalui ibadah shalat. Baginya, dalam sholat terdapat kenikmatan luar biasa. ''Pusat kebahagianku terletak pada shalat,'' demikianlah sabda Rasul SAW yang diriwayatkan Imam Muslim.

Muhammad adalah manusia sempurna yang memiliki kekuatan jiwa yang sangat luar biasa, sehingga Allah, Tuhan yang Maha Besar berkenan untuk menerima secara langsung. Muhammad Husein Haikal dalam ”Sejarah Muhammad” menggambarkan Isra' Mi'raj dengan mengatakan, ''Apabila jiwa telah mencapai kekuatan dan kesempurnaan yang begitu tinggi seperti yang telah dicapai oleh jiwa Rasulullah, sangat pantas Allah memperjalankan Rasulullah pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa guna memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya.''

Hikmah Isra’ Mi’raj

Kunci kesuksesan dan kebahagiaan sebenarnya terletak pada sejauh mana kemampuan kita dalam menyerap makna dari kejadian-kejadian dalam kehidupan ini untuk kemudian menjadikannya pelajaran. Selama manusia belum mampu mengambil dan menyerap makna dari kejadian-kejadian tersebut, manusia belum memiliki kejernihan pandangan dan ketajaman hati. Maka, ia tidak akan menemukan jalan yang membawanya pada kebahagiaan yang diinginkan.

Rasulullah SAW mencontohkan agar manusia selalu mengadukan permasalahan hidupnya kepada Allah. Seorang Muslim bisa mengadukan apa pun masalahnya tanpa perlu malu, karena Allah SWT sudah mengundang orang-orang yang bermasalah mengetuk pintu-Nya. Dengan shalat, ia niatkan agar masalahnya terselesaikan.

Bagi anaka-nak kita, isra’ mi’raj merupakan simbol kebenaran dalam mencari solusi dalam mengahadapi berbagai persoalan hidup. Dengan perkembangan dan perubahan zaman yang semakin cepat dan sulit untuk diprediksi, terkadang membuat kita kebingungan dalam mencari penyelesaian masalah.

Sholat adalah simbol keseriusan terhadap kekuasaan tuhan. Orang yang sholat artinya ia yakin bahwa kedekatan dengan Allah merupakan cara yang jitu dalam menghadapi berbagai masalah.

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana menjadikan sholat ini sebagai sesuatu yang melekat dalam diri anak-anak kita.

Anak-anak kita kalau ditanya tentang tata cara dan bacaan sholat, sebagian besar mampu untuk menjawabnya, karena memang ini adalah sesutu yang bersifat kognisi yang mudah untuk menghafalnya. Tetapi giliran pertanyaan, sudahkan menjalankan sholat lima waktu dalam kehidupan sehari-hari mereka, maka sebagian menjawab belum. Hal inilah yang harus menjadi agenda bersama seluruh pihak dalam menanamkan kesadaran untuk menjalankan sholat.

Keterbiasaan atau istiqomah dalam menjalankan berbagai ibadah ritual, termasuk sholat didalamnya, membutuhkan sebuah upaya sungguh-sungguh dalam menanamkannya. Kegiatan sholat berjamaah di sekolah, penugasan untuk menjalankan sholat sunnah, seperti sholat dluha, tahajud, gerhana dan sebagainya merupakan bentuk upaya dalam membiasakan anak dalam menjalankan perintah Allah ini.

Alangkah indahnya di sekolah, ketika waktu sholat dzuhur tiba, maka tedengarlah lantunan suara adzan di masjid sekolah. Semua siswa, guru, sampai kepala sekolah pergi ke mesjid untuk sholat berjamaah. Pemandangan yang demikian merupakan sesuatu yang ideal yang harus dibiasakan dalam rangka menciptakan suasana spiritual yang baik bagi anak didik.

Sekolah harus mampu memformulasikan berbagai program yang pro sholat, mulai dari penyusunan kurikulum, silabus, RPP, dan mengadakan kegiatan ekstra kurikuler yang pro sholat. Dengan mentafakuri peristiwa isra’ mi’raj ini, diharapkan kita mampu menjadikan sholat sebagai bagian dari aktifitas hidup di sekolah.

Label:

Rabu, 07 Juli 2010

Manusia yang Mulia

''Maka adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberikannya kesenangan, maka dia berkata, 'Tuhanku telah memuliakanku'. Namun, bila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, 'Tuhanku telah menghinaku'.'' (Q.S. Al-Fajr [89]: 15-16).

Semua orang ingin hidupnya mulia dan bahagia di dunia maupun di akhirat. Setiap muslim selalu berdoa, “robbana atina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina ‘adzabannar”. “Ya Tuhan kami, anuugerahkanlah kepada kami kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat serta jauhkanlah kami dari siksa api neraka”.

Tak ada seorang pun yang ingin hidupnya sengsara apalagi terhina. Namun, kita sering keliru dan salah persepsi dalam menggolongkan siapa yang disebut orang yang mulia dan siapa orang yang hina. Pandangan sebagian besar orang dalam mengukur kemuliaan hanya dari segi materi berupa harta kekayaan, memiliki rupa yang tampan atau cantik, ataupun menduduki jabatan yang tinggi.

Padahal, materi tidak dapat secara mutlak dijadikan tolok ukur seseorang itu mulia atau hina. Materi hanyalah sebagian kecil saja dari beberapa komponen yang menjadikan manusia merasa bahagia dan mulia dalam hidupnya

Rasulullah SAW bersabda, ''Kemuliaan dunia adalah kekayaan dan kemuliaan akhirat adalah ketakwaan. Kamu, baik laki-laki maupun perempuan, kemuliaanmu adalah kekayaanmu, keutamaanmu adalah ketakwaan, kedudukanmu adalah akhlakmu, dan (kebanggaan) keturunanmu adalah amal perbuatanmu.'' (H.R. Adailami).

Orang yang mulia selalu menyambung tali persaudaraan dalam setiap kondisi, menebarkan salam, memperhatikan urusan kaum Muslimin, memelihara kemaluan, beraktivitas dan berusaha mengamalkan kebajikan. Selain itu juga melakukan amar ma'ruf nahi munkar, bersegera melakukan kebajikan, dan takut mendapatkan siksa akibat ketamakan.

Ciri lain yang mononjol pada kepribadian orang mulia adalah beriman kepada Allah SWT dan mengerjakan amal saleh dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. (Q.S. Al-Ashr [103]: 3). Men-dawam-kan (membiasakan) ibadah qiyamul lail (sholat malam atau tahajud). Allah berfirman, ''Dan pada sebagian malam bershalat tahajjudlah kamu sebagai ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang mulia.'' (Q.S. Al-Isra' [17]: 79).

Hal lain yang menjadi parameter orang yang mulia adalah ia memiliki ilmu pengetahuan. Orang yang memiliki ilmu pengetahuan hidupnya akan mulia. Ini dijamin Allah sebagaimana tercantum dalam Alquran, ''Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.'' (Q.S. Al-Mujadilah [58]: 11).

Mudah-mudahan dengan rutinitas ibadah dan aktivitas hidup kita dapat menjadikan kita semakin bertakwa, sehingga Allah SWT. memuliakan hidup kita. Karena, orang yang paling mulia di sisi Allah SWT. adalah orang yang paling bertakwa.

Label: