Rabu, 28 April 2010

Parameter Efektifitas Sekolah



Sudah efektifkah seluruh proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah kita? Barangkali inilah pertanyaan yang harus dicermati oleh semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan, mulai dari guru, kepala sekolah, orang tua sampai pada pihak pemerintah selaku pemegang kebijakan (policy maker). Pertanyaan ini semakin relevan ketika berada pada ujung tahun pembelajaran seperti saat sekarang ini.
Jawaban dari pertanyaan tersebut merupakan bagian dari evaluasi program pembelajaran yang berlangsung di lembaga pendidikan. Adalah Peter Mortimore, seorang peneliti pendidikan dari Amerika Serikat yang pertama mewacanakan mengenai sekolah efektif pada tahun 1980-an. Mortimore mengutarakan rumusan tentang sekolah efektif tersebut dalam kertas kerjanya yang berjudul "Key Characteristics of Effective Schools".
Ada tujuh prinsip dasar sekolah efektif, menurut Mortimore, yang dapat dijadikan sebagai karakteristik dalam menilai efektif atau tidaknya sebuah sekolah. Pertama, misi sekolah yang jelas (clear school mission). Misi sekolah yang jelas dapat dijadikan sebagai panduan bagi sekolah dalam memahami komitmen pada tujuan pembelajaran, prioritas, prosedur penilaian, dan akuntabilitas lembaga.
Kedua, iklim ekspektasi yang kuat (high expectations for success). Pihak sekolah berkeyakinan dan menunjukkan bahwa semua siswa dapat belajar dengan baik dan menguasai semua content and skills sesuai dengan target kurikulum yang ada.
Ketiga, kepemimpinan yang tegas dan bertujuan (instructional leadership). Sekolah efektif memerlukan kepala sekolah yang bertindak sebagai instructional leader dan secara efektif mengkomunikasikan misi itu kepada guru, staf, orang tua dan siswa.
Kepala sekolah yang asal-asalan cenderung untuk menghancurkan budaya dan iklim belajar sekolah. Sedangkan kepala sekolah yang efektif selalu komitmen dengan visi dan misi yang mengangkat dan melestarikan kualitas sekolahnya. Kepala sekolah menjadi efektif karena ia mampu menjadi pemimpin yang efektif pula.
Keempat, melakukan pemantauan terhadap prestasi siswa secara teratur (frequent monitoring of student progress). Guru dapat menentukan sejauh mana tujuan sekolah telah dicapai siswa. Sekolah hendaklah berusaha meningkatkan pengetahuan dan kompetensi guru dalam aspek-aspek penilaian dan kaidah mengajar terkini. Berbagai assesment bisa digunakan untuk keperluan ini.
Kelima, mendorong guru untuk memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk belajar dan mempelajari content and skills yang ditentukan (opportunity to learn and student time on task). Guru perlu mendorong siswa untuk memanfaatkan waktu sebaik mungkin dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah dan merencanakan berbagai aktivitas pembelajaran di dalam dan luar kelas.
Guru-guru di sekolah yang efektif mampu melaksanakan proses belajar mengajar yang bebas dari tekanan dan menyelenggarakan pembelajaran secara bertanggung jawab. Sedangkan di sekolah yang tidak efektif, guru cenderung tidak mendukung pemahaman tujuan sekolah.
Keenam, iklim sekolah ditentukan oleh wawasan, nilai dan tujuan (safe and orderly environment). Iklim sekolah yang baik dipengaruhi oleh suasana pembelajaran dan keadaan sekolah yang tertib dan teratur dengan lingkungan kerja yang menarik, tenang dan harmonis dalam suasana yang berorientasi tugas, di samping kedisiplinan yang merupakan prasyarat bagi pembelajaran efektif.
Ketujuh, hubungan rumah dan sekolah akan meningkatkan efektivitas sekolah (home-school relations). Keefektifan sebuah sekolah sangat dipengaruhi oleh latar belakang rumah tangga tempat asal siswa dan keadaan masyarakat sekeliling sekolah.
Dengan tujuh parameter di atas, maka pihak penyelenggara lembaga pendidikan dapat mengadakan evaluasi institusional (kelembagaan), mulai dari visi dan misi, kualitas guru, kepemimpinan kepala sekolah, kualitas siswa, dan kegiatan yang bersifat administrasi lainnya. Diperlukan kejujuran dalam mengadakan evaluasi ini. Kepentingan yang bukan pada tracknya haruslah dikesampingkan demi tercapainya evaluasi yang efektif.
Dari evaluasi institusional inilah, sekolah dapat mengambil kebijakan efektif lebih lanjut untuk dapat bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya yang sekarang ini semakin berlomba dengan menawarkan berbagai program yang dianggap unggulan.
Pada akhirnya, sekolah yang efektif dalam menyelenggarakan pembelajarannya akan menjadi sekolah idola (favourite) yang tentunya akan diserbu oleh banyak calon siswa baru setiap awal tahun pelajaran dimulai. Dan ketika ini terjadi, maka penyelenggara pendidikan (baik negeri ataupun swasta) akan mendapatkan ”nilai lebih” dari proses pembelajaran yang berlangsung efektif tersebut.
Selamat mengevaluasi! 
Oleh : Abdul Wahid

Label:

Rabu, 14 April 2010

Menggapai Hidayah

Oleh Abdul Wahid


Dalam Islam, hidayah menjadi sebuah kunci dalam membuka kotak besar kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Seorang muslim harus mati-matian menjaga hidayah-Nya karena hidup tidak akan selamat kecuali dengan hidayah dan taufiq dari Allah Yang Maha Agung. Inilah harta paling mahal yang perlu kita jaga. Betapa nikmat iman yang bersemayam di dalam qalbu melampaui apapun yang bernilai di dunia ini.

Karenanya, sudah sepantasnya dalam mencari apapun di dunia ini, kita tetap dalam rambu-rambu hidayah. Dalam surat Al-Fatihah yang setiap saat kita baca dalam sholat, Allah membimbing kita agar senantiasa memohon petujuk-Nya agar di tunjukan pada jalan yang benar, ”ihdina ashirotha al mustaqiim”. (Q.S. al-Fatihah: 6)

Ada sebuah doa yang Allah ajarkan kepada kita melalui firman-Nya, "Robbanaa, laa tuzigh quluu banaa ba’da idz hadaitana wahablana min ladunka rahmatan innaka anta alwahhaab…" (Q.S. ali-Imran: 8). (Ya Tuhan kami, jangan jadikan hati ini condong kepada kesesatan sesudah engkau beri petunjuk, dan karuniakan kepada kami rahmat dari sisimu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi Karunia).

Demikianlah Allah Azza wa Jalla, Dzat Maha Pemberi hidayah, mengajarkan kepada kita agar senantiasa bermohon kepada-Nya sehingga selalu tertuntun dengan cahaya hidayah. Tidak bisa tidak, doa inilah yang harus senantiasa dipanjatkan di malam-malam hening kita, dan di setiap getar-getar doa yang meluncur dari bibir kita.

Hidayah merupkan sesuatu yang bersifat aktif. Manusialah yang menentukan sebagian besar dari pencapaian hidayah yang dijanjikan-Nya. Hidayah tidak akan turun di tempat ma’shiyat. Tetapi turun di tempat orang berbuat kebaikan dan amal sholih.

Hidayah sering diibaratkan dengan nur (cahaya). Kita mafhum bahwa cahaya adalah sesuatu yang dapat menerangi manusia dari kegelapan. Begitupun hidayah, ia akan memberikan penerangan kepada hambanya, agar terbebas dari kegelapan dan kejahilan dalam hidupnya.

Imam Ibnu Athoillah dalam kitabnya yang terkenal Al Hikam memaparkan, "Nur iman, keyakinan, dan zikir adalah kendaraan yang dapat mengantarkan hati manusia ke hadirat Allah serta menerima segala rahasia daripada-Nya. Nur itu sebagai sesuatu yang membantu hati, sebagaimana gelap itu sesuatu yang membantu hawa nafsu. Maka apabila Allah akan menolong seorang hamba-Nya, dibantu dengan nur Ilahi dan dihentikan dengan bantuan kegelapan dan kepalsuan.”

Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan kepada cahaya hidayah sehingga bisa menjadi penerang jalan hidup ini.

Label:

Menanamkan Etika Diniyah Kepada Siswa


Pendidikan adalah upaya manusia dalam rangka menjadikan manusia sebagai mahluk yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan sesamanya. Dalam praktiknya, pendidikan dimaksudkan untuk membuka cakrawala berfikir siswa dan membimbingnya ke arah yang lebih baik sesuai dengan tujuan diciptakannya manusia (fithrah) yaitu sebagai hamba (’abid) Tuhan dan sebaga khalifah-Nya.
Seyogyanya siswa harus diarahkan untuk mengembangkan potensi dirinya dengan bimbingan gurunya. Dalam hal ini guru harus mampu menggali dan memunculkan kreativitas dan sikap kritis siswa terhadap segala dinamika kehidupan yang muncul. Untuk itulah seorang guru sebaiknya menanamkan nilai tauhid dan etika diniyah sejak awal kepada peseta didik sebagai bekal dalam mengarungi hidupnya.
Tauhid merupakan komitmen manusia sebagai mahluk yang dho’if (lemah) dalam menghamba kepada Allah SWT. yang Maha Kuasa sebagai bentuk rasa hormat, dan syukur. Tauhid merupakan sesuatu yang harus ditanamkan sejak awal kepada peseta didik. Dari konsep tauhid-lah hakikat dan tujuan institusional pendidikan seharusnya dirumuskan.
Menurut Fadhil al-Jamali (1992), ada tiga kekuatan dalam tauhid, yaitu: kekuatan ma’rifat, kekuatan perasaan yang sangat halus dan kekuatan iradah al-hasanah. Dengan tauhid yang kokoh, akan menjadikan siswa memiliki orientasi hidup yang jelas.
Selain penanaman tauhid, etika diniyah (hidup beragama) juga harus menjadi perhatian untuk ditanamkan sejak awal. Dalam al-Qur’an paling tidak ada tiga hal yang merupakan bagian dari etika diniyah yang seyogyanya diprioritaskan untuk ditanamkan kepada peserta didik.
Pertama, etika berpakaian, tentang etika ini dijelaskan dalam Q.S. Al-A’raf ayat 26 yang artinya; ”Hai anak Adam, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan, dan pakaian takwa itulah yang paling baik, yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat”.
Kedua, etika bertamu, hal ini dijelaskan dalam Q.S. An-Nur ayat 27 yang artinya; ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin (isti’dzan) dan memberi salam kepada penghuninya, yang demikian itu lebih baik bagimu agar kamu selalu ingat”. Meminta izin (isti’dzan) ketika bertamu ini berfungsi untuk memberitahukan kepada pemilik rumah, sehingga pemilik rumah memiliki kesempatan untuk mengambil keputusan, apakah akan bersiap-siap menerima ataukah tidak.
Ketiga adalah etika berbicara, hal ini dijelaskan dalam Q.S. al-Hujurat ayat 2 yang artinya ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari”.
Εtika dalam berbicara dimaksudkan agar siswa dapat menempatkan diri dalam kondisi pembicaraan, artinya denga intonasi dan gaya bahasa yang bagaimana yang harus digunakan. Tentunya akan terdapat perbedaan antara berbicara dengan orang tua, guru dan dengan teman sebaya.
Ketiga etika di atas (berpakaian, berbicara dan bertamau), bagi anak-anak kita merupakan hal sangat urgen untuk diberikan pembelajarannya. Kita tidak bisa menutup mata sekarang ini dimana akibat dari penetrasi budaya asing, anak-anak (dan masyarakat pada umumnya) mulai menampakan sikap permisive (acuh tak acuh) terhadap nilai dan etika yang seharusnya diterapkan dalam kehidupan, baik nilai budaya maupun etika beragama.
Tak jarang kita melihat bagaimana anak-anak kita berperilaku, baik dengan teman sebayanya ataupun dengan orang yang seharusnya dihormati seperti orang tua dan guru, mereka kurang menampakan tata krama dan sopan santun. Ketika bergaul, baik dengan sesama jenis maupun dengan lawan jenisnya, mereka cenderung untuk meniru model pergaulan ”Barat” sebagaimana yang mereka tonton di TV.
Fakta inilah yang seharusnya menjadi bahan renungan bagi kita yang berprofesi sebagai guru. Guru seyogyanya berupaya untuk menjadikan anak-anak didik sebagai sosok yang ideal sebagaimana yang dicita-citakan dalam kurikulum pendidikan.
Walau bagaimanapun anak-anak kita adalah amanah yang diberikan Tuhan untuk dijaga agar tidak terjerumus dalam perbuatan-perbuatan yang dilarang dan menyimpang. Satu tindakan yang patut dilakukan orang tua dan guru adalah harus menjadi teladan bagi anak-anaknya. Keteladananlah yang mampu menjadi metode paling jitu dalam menanamkan kebaikan, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh rasulullah SAW.
Guru adalah pihak yang ikut bertanggung jawab untuk menjaga amanah tersebut dengan cara menanamkan nilai dan etika diniyah kepada siswa, tentunya disamping tanggung jawab yang dipikul oleh orang tua. Semoga anak-anak kita mampu menjadi generasi yang beretika, amiin!

Label:

Kamis, 08 April 2010

sumber paradigma pendidikan Islam

Oleh Abdul Wahid
Pendidikan adalah sebuah upaya yang dilakukan oleh manusia dalam rangka menjadikan manusia sebagai mahluk di bumi ini yang dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri dan sesamanya. Idealitas dari output sebuah proses pendidikan adalah melahirkan manusia yang manusiawi bukan sebaliknya manusia yang cenderung bersifat hewani. Satu hal yang menentukan arah pengembangan dalam pendidikan adalah sumber paradigma apa yang digunakan sebagai landasan dalam mengembangkannya.
Sekarang ini, masyarakat (terutama di Indonesia) mengelompokan pendidikan dalam dua kelompok, yaitu pendidikan Islam dan pendidikan Barat. Keduanya sudah berjalan dan menghasilkan produk pendidikan yang berbeda pula. Pertanyaannya adalah dimana letak perbedaan yang mendasar antara keduanya? Inilah pertanyaan yang akan dicoba untuk dijawab penulis dengan menitikberatkan pada paradigma pendidikan tauhid yang dipegang oleh pendidikan Islam.
Yang membedakan antara pendidikan Barat dengan pendidikan Islam adalah pada sumber paradigma pendidikan yang digunakan oleh keduanya. Pendidikan Barat menggunakan konsep pendidikan yang tidak berdasarkan transendensi wahyu, sangat mengedepankan rasio sehingga menghasilkan sebuah konsep pendidikan yang anthroposentris, artinya berorientasi pada manusia semata tanpa memperhatikan aspek keakhiratan. Konsep yang semacam ini mengakibatkan output pendidikan yang dihasilkan adalah output yang tidak memiliki nilai ketuhanan dan menganggap ilmu pengetahuan yang dihasilkan adalah bebas nilai (free value).
Sedangkan Pendidikan Islam menggunakan transendensi Ilahi dan intervensi wahyu dalam mengembangkan konsep pendidikannya sehingga melahirkan pola pembinaan yang teosentris (bersifat keilahian) dengan tetap memberikan porsi yang proporsional pada rasionalitas manusia yang telah dianugerahkan Tuhan. Konsep semacam ini sangat jelas kelihatan dalam opersional pendidikan Islam yang selalu mengedepankan aturan-aturan Tuhan dalam al-Qur’an dan Hadits dalam mengambl setiap kebijakan yang akan dijadikan sebagai paradigmanya, sekali lagi dengan tetap menggunakan rasio sebagai sarana menganalisis secara proporsional.
Perbedaan sumber paradigma pendidikan tersebut mengakibatkan terjadinya perbedaan cara berpikir antara keduanya dalam menghadapi persoalan pendidikan yang timbul dalam kehidupan. Al-Qur’an merupakan sumber kerangka berpikir bagi umat Islam, didalamnya mengajarkan bagaimana seharusnya proses pendidikan berjalan.
Sebagai contoh dalam al-Qur’an dapat disebutkan disini adalah kisah Luqman. Di dalamnya terdapat sebuah pelajaran tentang potensi agama (fitrah al-diin/tauhid) yang dimiliki manusia, yang merupakan bekal kehidupan yang seharusnya dikembangkan dalam pendidikan.
Panekanan konsep fithrah manusia yang cenderung pada tauhid merupakan hal yang sangat fundamental, karena fithrah manusia sejatinya adalah sebuah kekuatan ruhani yang luar biasa yang jika dikembangkan dengan benar akan menghasilkan kekuatan yang besar pula.
Dalam pandangan Nabi Muhammad SAW, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dinyatakan bahwa: “manusia dilahirkan dalam keadaan fithrah, maka tergantung kepada kedua orangtuanyalah yang akan menjadikannya orang Majusi, Yahudi ataukah Nasrani”. Dari hadits ini jelas memberikan sebuah pelajaran yang berharga bahwa pada hakikatnya lingkungan akan dapat memberikan pengaruh yang sangat besar dalam menjaga kefithrahan manusia. Dari sinilah kemudian pendidikan Islam berangkat dengan memberikan nilai-nilai ketuhanan yang mengusung konsep tauhid kepada peserta didiknya.
Tauhid merupakan sesuatu yang harus ditanamkan sejak awal kepada peseta didik. Dari konsep tauhidlah hakikat dan tujuan institusional pendidikan seharusnya dirumuskan. Sebagai sumber paradigma pendidikan Islam, tauhid lebih bersifat emansipatoris, yakni berusaha melepaskan manusia dari penghambaan terhadap tuhan selain Allah dan penghambaan terhadap segala macam kungkungan. Dengan tauhid yang diungkapkan dalam bentuk syahadat kepada Allah dan rasulnya, merupakan sebuah ekspresi kemerdekaan manusia yang sesungguhnya dari berbagai macam belenggu.. Kebebasan inilah sesungguhnya yang menjadi kekuatan manusia untuk berkembang lebih baik dalam menjalani kehidupan ini.
Tauhid berarti juga komitmen manusia sebagai mahluk yang dho’if (lemah) menghamba kepada Allah SWT. yang Maha Kuasa sebagai bentuk rasa hormat, syukur dan satu-satunya sumber nilai yang valuable bagi sesama muslim yang tidak menerima otoritas dan petunjuk apapun kecuali dari-Nya.
Menurut Fadhil al-Jamali (1992: 125), ada tiga kekuatan dalam tauhid, yaitu: kekuatan ma’rifat, kekuatan perasaan yang sangat halus dan kekuatan iradah al-hasanah. Dari tiga kekuatan tersebut, tauhid menekankan aspek ruhaniyah dan jasmaniyah sekaligus, yang merupakan kemampuan yang mengintegrasikan antara berfikir, merasa dan berkehendak serta aktualisasi amaliyah dari kekuatan tersebut. Dengan kata lain tauhid berusaha menyatukan aktifitas manusia sehari-hari dalam ketundukannya kepada Allah SWT.
Bila dalam kenyataan sekarang menunjukan bahwa dunia pendidikan Islam masih saja terpolakan pada istilah pelajaran agama Islam dengan pelajaran non agama Islam, dimana pelajaran agama Islam yang tidak ditransformasikan untuk kepentingan sosial kemasyaraktan pada satu sisi, dan pelajaran non agama yang tidak dijadikan sarana pendidikan iman dan moral, maka berarti visi kita tentang Islam dengan segala dimensi ajarannya belum setajam yg dituntut oleh al-Qur’an, maka sudah barang tentu tugas kita adalah merubah status quo yang terpolakan itu dengan berani dan penuh tanggung jawab.
Polarisasi atau dikotomi antara pelajaran agama Islam dan non agama Islam merupakan sesutu yang tidak sejalan dengan paradigma tauhid dalam pendidikan Islam. Allah SWT. telah menurunkan Islam sebagai rahmat bagi alam semesta ini, dimana setiap dimensi dan aspek kehidupan berhak untuk mendapatkan cahaya Islam yang sejati. Polarisasi tersebut akan mengakibatkan sebuah sikap yang merasa diri lebih Islami pada satu sisi, dan merasa kurang (atau bahkan tidak) Islami di sisi lain. Jika hal ini terjadi maka akan menjadikan Islam kurang menjadi rahmat bagi semesta alam ini.
Jadi, pendidikan Islam haruslah menjadikan tauhid sebagai sumber paradigmanya sehingga melahirkan konsep-konsep pendidikan yang berorientasi pada nilai-nilai ketuhanan dengan tidak perlu mengadakan dikotomi antara pelajaran agama Islam dan non Islam. Kemudian konsep tersebut diwujudkan dalam mengambil kebijakan-kebijakan pendidikan sehingga melahirkan institusi-institusi pendidikan Islam yang mampu bersaing dengan institusi lainnya.


Label:

Selasa, 06 April 2010

Kawanku di Program Magister IAIN Walisongo Semarang 2007

 







DAFTAR NAMA KELAS PAI SMA
PESERTA PROGRAM BEASISWA PPS 
IAIN WALISONGO SEMARANG 2007

1 Abdul Wahid; Komplek Griya mitra Blok D5/9 Cinunuk Cileunyi Bandung Jawa Barat   087821245421
2 Ahmad Kholiq; Wedarejaksa, RT. 4/ V Pati Jawa Tengah 081326480558
3 Al Bahri; Jl Sukarno hatta RT. 12 RW. 3 Anggut Atas 11 Bengkulu 081919381495
4 Bahnur Damau; Jl. Brigjen Katamso, 397, SMAN 5 Kendari Sulawesi Tenggara 081341712662
5 Debi Muzdalifah; Jl. Krajan RT. 0/RW.02 Bumi Ayu Jawa Tengah 085227626123
6 Diding Darmudi; Jl. Sukarindik No. 1 Rt. 1 RW. 1 Tasikmalaya Jawa Barat 081511668765
7 Iqbal Mustofa; Jl. Sumbang Jaya No 50, Tasikmalaya Jawa Barat 08522303235
8 M. Irfan Sa’roni; Jl. Giok 3 Blok N No. 19 BTN BSA Midang, Gunung Sari, Lombok Barat, NTB.    081803650521
9 Yasak; Jl. KH. Musawir, Banlapah, Bragung, Guluk-Guluk Sumenep Madura Jatim 081703246966
10 Miftahol Arifin; Jl. KH. Nafi’I No 11, Kampak, Geger, Bangkalan, Madura, Jawa Timur 0817593826
11 Miftahurroqib; SMK Hasan Kafrawi, Pancur Mayong, Jepara, Jawa Tengah. 081325519660
12 Misra; Desa Balai diateh, No. 190, Jorong III Songayang Batu Sangkar, Sumatra Barat 081374264665
13 Moh. Nur Wahid; Jl. Giri Kusumo, Merangyeng, Demak, Jawa Tengah 02470122732
14 Muhamad Mukhlis; RT. 1 RW. 3 dusun Selatan, Desa Tales, Kecamatan Ngadiluweh, Kediri, Jatim 081335025445
15 Mufassiroh; Samborjo RT. 2 RW. 5 Tirto, Pekalangon, Jawa Tengah. 081548146078
16 M. Anas; Komplek BTN, Sompa Panrita bola 2, Blok D 17, Kabupaten Bulu Kumba, Sul-Sel 08124190758
17 Mujtahidin; Rawa Makmur prin gasek, Lombok Timur, NTB 08123738749
18 Muhtar; Cimangges 01/01 Mekarwangi Tanah Sarea Bogor, Jawa Barat. 081513962262
19 Munirul Ihwan; Jl. Cempaka Putih L 18, No. 841 Srijaya Sukarame, Palembang, Sumatra Selatan. 08127326079
20 Muzni; Giri Kusumo, RT. 1 RW. 3 Meranggen Demak, Jawa Tengah. 081325623888
21 Nur Rifa’i; Jl. Mangga IV, No. 20 Semarang Jawa Tengah. 0248419317
22 Ooh; Perum Kemuruh, Blok E No. 2 Banjar Negara, Jawa Tengah 081327197234
23 Rosni Jamilah; Pasarmaga, Lembah Sore Merapi, Mandeling Natal, Sumatra Utara. 085276019378
24 Rudi Irawan Z; Jl. Makmun Iza, Gang Husen No 18, Kuripan, Bandar Lampung. 081957206725
25 Siti Badriyah; Jl. Bengawan Solo, No. 37 Kebon Dalem Pemalang, Jawa Tengah . 081542312373
26 Siti Nur Afni Pasisingi; Jl. Kancil No. 9 Kelurahan Bulide, Kecamatan Kota barat, Kota Gorontalo 085256207929
27 Sudarkajin; Jl. Raya Brangkal, 989 Kedung Maling. Soko, Mojokerto, Jawa Timur 085648411419
28 Sugiyanto; Jl. Raya Kepala Desa Aeng Deke, Bloto, Sumenep. 08175035225
29 Suherman; Dusun Selawi, RT 1, RW 7, Rancakalong, Sumedang, Jawa Barat. 085221594507
30 Suparman;  RT. 5 Bukit Pinang No. 9, Samarinda, Kalimatan Timur. 08164513861

Label: