Minggu, 13 Februari 2011

Memaknai Maulid Nabi


Setiap memasuki bulan rabi’ul awal, bulan ketiga dalam kalender Hijriyah,  sebagian besar umat muslim di seluruh dunia mengagendakan satu aktivitas keagamaan yang bernama peringatan maulid nabi Muhammad SAW.
Maulid Nabi Muhammad SAW diperingati sebagai hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, penutup para Nabi yang paling sempurna dari seluruh mahluk Allah SWT. dan kekasih Tuhan.
Muhammad  dilahirkan tepat pada hari senin tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun Gajah atau bertepatan dengan 22 April tahun 571 Masehi. Nabi  Muhammad yang penuh berkah ini dilahirkan di sebuah kota yang bernama Makkah di jazirah Arabia. Di kota suci tersebut, terdapat Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim, bapak agama monoteisme (agama yang meyakini satu Tuhan) dan leluhur bangsa Arab serta Yahudi beserta putranya Ismail a.s..
Jarak waktu yang sangat panjang antara generasi Ibrahim  dengan dilahirkannya Muhammad, menjadikan masyarakat Arab ketika itu mengalami perubahan keyakinan yang sangat mencolok. Hal ini dibuktikan dengan kondisi menjelang kelahiran Muhammad, masyarakat Makah dan Arab pada umumnya  berubah menjadi penganut polytheisme  (meyakini beberapa Tuhan),  dari yang tadinya monotheisme (meyakini satu tuhan) sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim a.s.,  akibatnya, mereka dijuluki sebagai masyarakat jahiliyah (bodoh).
Fakta ini dibenarkan oleh Sayyed Hossen Nasr (1982) dalam Muhammad Man of Allah. Ia mengemukakan  bahwa lebih dari seribu tahun di Arabia, ajaran monoteistik telah ditinggalkan. Mayoritas bangsa Arab telah jatuh ke dalam jurang kemusyrikan yang paling buruk. Mereka telah melupakan kebenaran dan tenggelam dalam zaman kejahilan (jahiliyah) yang menjadi latar belakang lahirnya Islam.
Dalam kondisi masyarakat yang demikian, maka lahirlah seorang  manusia yang bernama Muhammad yang tidak hanya menjadi rasul Allah, tetapi juga kekasih Allah SWT. dan rahmat yang dikirimkan ke muka bumi, sebagaimana disebutkan dalam al-Quran (21: 107); ”Dan tidaklah kami utus Engkau (Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi sekalian alam”.
Islam yang diturunkan Allah melalui Rasulullah Muhammad adalah agama yang membebaskan kaum tertindas, mengangkat derajat orang-orang yang kalah, dan membebaskan umat manusia dari hegemoni tradisi dan sistem yang membelenggu. Hal ini karena Muhammad, sang pembawa risalah,  adalah nabi yang lahir dengan spirit atau semangat teologi pembebasan (liberation theology) berupa tauhid yang hanya meyakini satu tuhan.
Hak asasi yang dicanangkan oleh rasulullah adalah Hak Asasi Manusia (HAM) yang bersumber dari wahyu dan memiliki perspektif yang lebih komplek. Ini berbeda dengan HAM yang sekarang ini dipropagandakan oleh ”Barat” yang mendengungkan HAM tanpa ada ruh keilahiyahan di dalamnya, sehingga lebih menonjolkan  egoisme manusia yang cenderng menuruti nafsunya.
Pada khutbah Nabi di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijah tahun 9 Hijriyah, ketika wuquf di Arafah, Nabi mengulang kembali pidato tentang hak asasi manusia itu; ”Hai manusia! masing-masing tuhanmu itu satu, agamamu satu, nenek moyangmu satu, masing-masing orang diantaramu adalah keturunan Adam, dan Adam terbuat dari sari pati tanah. Tidak ada keutamaan yang dimiliki orang-orang Arab melebihi orang ’ajam  (orang bukan Arab) kecuali taqwa.” Demikian yang dikutip oleh Ahmad Syalabi dalam al-Tarikh al-Islam wa al-Hadlarah al-Islam.
Thaha Husein, seorang intelektual dari Mesir, berkaitan dengan teologi pembebasan ini enyatakan bahwa andaikan Muhammad hanya membawa tauhid, tanpa mengajarkan sistem sosial dan ekonomi, tentu banyak orang Quraisy menyambut seruan Muhammad dengan mudah.
Penolakan kaum Quraiys   adalah karena mereka merasa terancam secara sosial, politik dan ekonomi dengan kehadiran Islam  sebagai agama yang juga membawa ajaran-ajaran tentang ekonomi, politik,budaya  dan tata kelola kemasyarakatan lainnya.
Dari pergulatan sosial dan spiritual inilah, kemudian Allah mengangkatnya menjadi utusan sekaligus pemimpin bagi umat manusia menuju tauhid. Penghormatan terhadap Nabi Muhammad yang berjuang untuk umat manusia dan menebar cinta untuk semesta (rahmatan lil 'alamin) itulah yang melahirkan peringatan Maulid Nabi.
Dengan memperhatikan perjuangan Muhammad yang tidak mudah dalam menebar kebaikan di dunia ini, maka begitu pula yang selayaknya dilakukan oleh umatnya dalam mencapai cita-cita mulia dalam hidup. Sejarah hidup Muhammad sejatinya adalah sumber inspirasi dan motivasi untuk hidup yang lebih baik.
Sebuah ayat dalam al-Qur’an patut  kita renungkan maknanya: ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah SAW itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah SWT. (Q.S. Al Ahzab: 21)
Semoga Allah SWT. senantiasa menunjukan jalan terbaik bagi kita untuk dapat meneladani  Nabi Muhammad SAW. (oleh: Abdul Wahid)

Label:

Minggu, 06 Februari 2011

bijak menyikapi hari valentine


Tidak dipungkiri lagi, bahwa tradisi masyarakat Barat sekarang ini sudah menjadi barometer kehidupan masyarakat kita, terutama para remaja. Mulai dari cara berpakaian, makanan dan hiburan. Realitas ini disebabkan oleh semakin derasnya informasi yang masuk sebagai buah dari perkembangan teknologi informasi seperti televisi dan internet.
Peristiwa yang terjadi di belahan lain dunia ini dapat langsung disaksikan saat itu juga, sehingga sangat tidak mungkin untuk mencegahnya Yang harus dilakukan oleh orang tua dan seluruh elemen masyarakat adalah memberikan penyadaran agar mereka memiliki penyikapan yang bijak terhadap perkembangann dunia modern tersebut.
Dalam dunia pendidikan, salah satu tugas guru adalah memberikan penyadaran kepada peserta didik agar bersikap benar dalam menghadapi perkembangan dunia. Jika tidak, mereka hanya akan mengambil sisi negatifnya saja dari modernitas ini. Padahal modernitas jika disikapi kurang tepat justru akan membawa petaka bagi perkembangan psikologi mereka. Teknologi ibarat sebuah pedang yang dua sisinya tajam, sehingga kalau tidak hati-hati akan dapat melukai orang yang memegangnya.
BIJAK MENYIKAPI HARI VALENTINE
Ketika memasuki bulan Februari setiap tahunnya, salah satu agenda remaja kita adalah persiapan menghadapi tanggal 14. Tanggal ini di seremonial-kan menjadi sebuah perayaan yang bernama hari Valentine. Secara umum mereka mengartikan hari Valentine sebagai hari kasih sayang yang diwujudkan dengan saling mengucapkan selamat, memberi kado, karangan bunga, cokelat, sampai pesta-pesta ala orang Εropa sana.
Hari Valentine merupakan contoh nyata dari pengaruh budaya global yang masuk dalam masyarakat kita, terutama anak-anak muda yang cenderung kurang selektif dalam menyikapinya.
Permasalahannya adalah bagaimana memberikan penyadaran kepada siswa agar dalam mengekspresikan hari Valentine tidak dengan cara-cara yang bertentangan dengan etika, norma dan agama. Sebab kalau untuk menghapusnya, seolah tidak mungkin untuk dilakukan di tengah derasnya informasi yang menyerbu masyarakat kita.
Berdasarkan amatan penulis, ada tiga sikap masyarakat di indonesia dalam melihat hari valentine ini. Pertama adalah mereka yang dengan sangat tegas melarangnya, yang dalam bahasa agama mereka ungkapkan dengan ”haram”. Kedua adalah yang membolehkannya tanpa adanya reserve, pokoknya boleh sebagaimana yang dilakukan oleh remaja Eropa sana. Dan yang ketiga adalah yang membolehkannya tapi diiringi dengan catatan-catatan tertentu.
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana kita sebagai pendidik bersikap dan sekaligus memberikan solusi bijak kepada anak didik kita. Sebab kalau tidak, justru anak-anak kita yang akan menjadi korban dari penyikapan yang kurang tepat tersebut.
Kalau boleh ikut urun rembug, maka menurut penulis paling tidak ada tiga hal yang harus dilakukan para guru dalam menghadapi fenomenan perayaan hari valentine ini.
Pertama, guru menjelaskan sejarah peristiwa hari Valentine ini. Dalam Ensiklopedia Katolik disebutkan beberapa versi tentang Valentine, diantaranya adalah kisah Raja Claudius II di Romawi yang memandang pria lajang lebih tabah dalam berperang daripada mereka yang telah menikah yang sejak semula menolak untuk pergi berperang dengan pertimbangan keluarga. Maka Claudius II mengeluarkan larangan pernikahan bagi warganya.
Tetapi St.Valentine, seorang tokoh agama Katolik, menentang perintah ini dan terus mengadakan pernikahan dengan sembunyi-sembunyi sampai akhirnya diketahui oleh raja lalu dipenjarakan. Dalam penjara dia berkenalan dengan putri seorang penjaga penjara yang terserang penyakit. Ia mengobatinya hingga sembuh dan jatuh cinta kepadanya. Sebelum dihukum mati, dia mengirim sebuah kartu yang bertuliskan “Dari yang tulus cintanya, Valentine”
Kedua, guru memberikan interpretasi terhadap peristiwa sejarah St.Valentine tadi. Diantaranya dengan menyatakan bahwa peristiwa tersebut merupakan kejadian masa lalu yang memiliki makna khusus dalam agama tertentu yang berbeda dengan keadaan sekarang. Interpretasi ini dimaksudkan untuk membuka pemahaman peserta didik agar mereka juga memiliki pemahaman yang benar.
Dan ketiga, guru menjelaskan cara merayakan hari Valentine. Kalau tetap akan melaksanakannya, maka harus sesuai dengan etika, norma dan agama. Dan jangan merayakannya dengan hal-hal negatif, sebagaimana sering terdengar di media massa, dimana para remaja merayakan hari valentine dengan hura-hura sampai prilaku sex bebas.
Ketiga hal di atas merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam rangka memahamkan anak dalam menyikapi sesuatu. Tentu kita tidak lagi berharap mendengar berita-berita perilaku menyimpang yang dilakukan oleh anak didik kita dalam merayakan hari Valentine. Dibutuhkan sikap bijak guru dan masyarakat dalam menjalankan tugas mulia ini.
oleh Abdul WahidArtikel ini dimuat di Harian Tribun Jabar; 12 Februari 2010

Label: