Selasa, 24 Agustus 2010

ODONG-ODONG DAN LAGU ANAK-ANAK

Menonton acara televisi yang menampilkan lagu anak-anak sekarang ini sudah termasuk hal yang langka. Kalaupun ada anak-anak yang menyanyi di televisi, maka lagu yang mereka bawakan adalah lagu-lagu remaja dan dewasa yang tentunya mengusung tema percintaan yang tdak sesuai untuk perkembangan psikolgi anak. Berbeda dengan acara lagu anak, maka tayangan film kartun masih banyak ditayangkan oleh stasiun TV, walaupun sebenarnya juga harus dicermati untuk memilihkan film kartun yang tepat untuk anak-anak kita.

Beberapa stasiun TV swasta belakangan ini membuat acara pencarian bakat menyanyi anak. Diantaranya adalah ”Pentas Idola Cilik” yang cukup mendapat tempat di hati para pemirsanya. Sesekali penulis menemani buah hati untuk menonton acara tersebut, tetapi sungguh terasa sangat ironis, lagu-lagu yang mereka bawakan adalah lagu-lagu boyband ibukota dan penyanyi dewasa lainnya yang menyanyikan lagu-lagu cinta.

Mereka sangat mahir menyanyikan lagunya D’Masive, Peterpan, Afghan, sampai lagunya Olga Syahputra. Bahkan seolah-olah mereka sangat menghayati syairnya. Hal ini nampak dari bahasa tubuh yang mereka tampilkan. Satu hal yang menjadi catatan adalah komentar-komentar dari para panelis, yang semuanya adalah artis yang tentunya sangat berkepentingan dengan popularitas, yang memberikan pujian seolah-olah mereka adalah-anak yang sudah sangat berprestasi sesuai dengan track-nya.

Awalnya penulis membayangkan, anak-anak yang tampil di acara tersebut akan menyanyikan lagu ”potong bebek angsa”, ”balonku”, atau ”naik-naik ke puncak gunung”, dan sejenisnya. Atau paling tidak lagu anak-anak yang dipopulerkan oleh Adi Bing Slamet, Ira Maya Sofa, dan Cica Koeswoyo pada tahun 70 an, atau juga lagunya Joshua, Eno Lerian, Agnes Monica dan Dhea Trio Kwek-kwek ketika mereka masih menyandang predikat penyanyi cilik.

Itulah media, tidak berpikir positif dan negatif dari dampak acara yang ditayangkan. Yang ada adalah seberapa besar profit yang akan didapat dari program acara tersebut.

Apa kaitannya antara odong-odong dengan lagu anak-anak sebagaimana judul di atas?

Odong-odong merupakan salah satu dari hiburan anak kalangan bawah yang mobile. Ia berkeliling dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Biasanya tukang odong-odong mulai berkeliling dari pagi sampai sore hari, dengan targetnya adalah anak-anak usia balita, bahkan ada juga yang usia SD masih suka naik odong-odong.

Odong-odong sebenarnya adalah mainan sejenis mobil-mobilan dengan beragam bentuknya, ada yang berbentuk bebek, singa, harimau, pesawat dan lainnya yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga bisa berputar, naik turun, dan juga melingkar seperti ’korsel’. Penggeraknya biasanya adalah manual atau dengan menggunakan kaki atau tangan untuk mengayuh rantai yang dikaitkan dengannya.

Sebenarnya odong-odong ini sama dengan beberapa mainan yang kita temukan di pusat perbelanjaan, semacam kidzone atau timezone. Bedanya, mainan di kidzone digerakan oleh mesin  dengan memasukan koin. Sedangkan odong-odong digerakan secara manual dengan menggunakan tangan dan kaki.

Satu hal yang menarik adalah ketika odong-odong ini beroperasi, maka mereka selalu mengiringinya dengan lagu anak-anak, bahkan ada juga yang memutar lagu perjuangan atau nasional.

Lagu anak-anak yang diputar menjadi ciri khas tersendiri bagi odong-odong, sekaligus menjadi daya tarik sehingga anak-anak cenderung untuk naik.

Fenomena odong-odong ini paling tidak harus dijadikan sebagai perhatian bagi kita sebagai orang tua, pendidik, masyarakat dan tentunya pemerintah yang tidak ingin kehilangan jati diri anak-anak dan genersai muda kita, termasuk di dalamnya adalah perhatian terhadap lagu anak yang seharusnya menjadi hiburan dan ajang mengekspresikan jiwa mereka.

Sejatinya, odong-odong adalah sebuah bentuk kritik sosial. Di mana sekarang ini, nilai-nilai edukasi terkalahkan oleh nilai-nilai komersil dan kapitalis yang hanya mementingkan materi Media massa dan pelaku industri musik tidak lagi memihak pada kepentingan anak-anak yang membutuhkan hiburan berupa lagu yang layak dan cocok untuk mereka.

Mereka lebih mementingkan keuntungan daripada idealisme. Ketika yang sedang ramai boyband dan lagu pop dewasa, maka jenis itulah yang selalu diproduksi. Tanpa memikirkan bahwa anak-anak juga membutuhkan hiburan berupa lagu-lagu anak yang sesuai dengan tahapan psikologinya.

Jadinya seperti sekarang ini, dimana anak-anak kita yang masih balita lebih mahir nyanyi lagu remaja dan dewasa dari pada lagu anak. Sungguh sangat ironis. Pemerintah, sebagai pengendali regulasi penyiaran, seyogyanya memberi perhatian terhadap acara lagu anak-anak di media massa. Misalnya dengan mewajibkan stasiun TV untuk menyiarkan lagu anak-anak. Dan masyarakat pun harus ikut mengawasi dan memberikan masukan agar lagu anak tetap lestari.

Semoga kita menjadi orang tua, pendidik, dan masyarkat yang mampu memberikan hak anak dengan baik sesuai dengan perkembangan jiwa mereka.

Terima kasih Mang odong-odong!

Label:

Rabu, 04 Agustus 2010

MENERAPAKN MODEL PEMBELAJARAN TERPADU

Dalam praktik penyelenggaraan pendidikan di sekolah, sering terjadi dikotomi atau pemilahan antara ilmu agama dan ilmu umum. Hal ini semakin terasa di lembaga pendidikan yang dikelola oleh organisasi keagamaan. Implikasi dari semua ini adalah adanya perlakuan dan sikap yang berbeda dari masing-masing pihak yang berada pada bidang agama dan non agama. Seolah-olah keduanya adalah sesuatu yang berseberangan dan tidak mungkin untuk disatukan.

Sejatinya pemilahan tersebut tidaklah pada tempatnya untuk dibesar-besarkan, karena dalam Islam sendiri mengajarkan agar seluruh aspek kehidupan dikaji dengan baik, tanpa melihat dan membedakan aspek duniawi ataupun ukhrowi. Allah menyuruh manusia untuk mengejar kehidupan akhirat dengan tanpa melupakan kehidupan dunia.

Ilmu-ilmu ayang ada sekarang pada hakikatnya berasal dari Allah SWT., karena sumber ilmu tersebut berupa wahyu, alam jagat raya, manusia dengan perilakunya, seluruhnya adalah ciptaan Allah yang diberikan kepada manusia. Atas dasar paradigma tersebut, seluruh ilmu hanya dapat dibedakan dalam nama dan istilahnya saja, sedangkan hakikat dan substansi ilmu tersebut sebenarnya satu dan berasal dari Tuhan sebagai pencipta seluruh alam.

Sebagai salah satu solusi dari hal ini adalah menerapkan pembelajaran terpadu PAI dengan pelajaran yang selama ini dianggap sebagai pelajaran umum. Secara sederhana model ini dilakukan dengan cara memadukan materi-materi keagamaan dalam pelajaran-pelajaran umum.

Pembelajaran terpadu berangkat dari kurikulum terpadu (integrated curriculum), yaitu kurikulum yang disusun dengan memadukan dan mengembangkan materi pelajaran yang terintegrasi antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain, tetapi tetap memelihara identitas mata pelajaran induk, seperti matematika, IPA, IPS, PKn dan sebagainya.

Pengajaran terpadu dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama, materi beberapa mata pelajaran disajikan dalam tiap pertemuan hanya menyajikan satu jenis mata pelajaran, biasanya disebut dengan pelajaran tematik. Cara kedua, keterpaduannya diikat dengan satu tema pemersatu, yaitu meyakini kekuasaan Tuhan dan menjadikan moralitas dan etika sebagai nilai utama (main values).

Sebagai contohnya adalah ketika seorang guru IPA menjelaskan tentang susunan alam semesta, hukum-hukum alam berkaitan dengan bumi, tata surya dan lainnya, maka pada kesimpulan akhirnya ia harus menyatakan bahwa semua isi alam semesta dan pengaturannya dilakukan oleh sebuah kekuatan yang Maha Dahsyat yang tidak lain adalah kekuasaan Allah SWT.

Ketika seorang guru sejarah menjelaskan periodisasi sejarah, tokoh-tokoh yang berperan di dalamnya, maju mundurnya sebuah peradaban dan lainnya, maka ia akan menutup penjelasannya dengan mencari hikmah sejarah yang dapat diperoleh sehingga siswa bisa mengambil pelajaran dari peristiwa sejarah tersebut untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep, dapat dikatakan sebagai pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna, karena dalam pembelajaran terpadu, anak akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui pengalaman langsung yang menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami.

Dengan demikian dibutuhkan kerjasama antara beberapa guru mata pelajaran yang berbeda dan komitmen pemegang kebijakan di lembaga pendidikan (kepala sekolah) tersebut dalam menyusun bahan ajar dan ketika proses belajar mengajar berlangsung. Atau paling tidak ada komitmen bersama antar seluruh sivitas akademika dalam proses belajar mengajar untuk lebih membina moralitas siswa.

Implementasi integrated learning dalam PAI sesungguhnya tidak harus diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Islam, akan tetapi juga lembaga pendidikan secara umum. Sebab, konsep ini dapat dilakukan secara fleksibel dengan memperhatikan berbagai kondisi di lingkungan sekolah.

Satu hal yang lebih penting dari itu semua adalah berkaitan dengan tujuan dari konsep pembelajaran terpadu yaitu untuk menjadikan siswa sebagai manusia yang memiliki integritas tinggi terhadap moralitas dan etika dan bukan menjadi manusia yang memiliki kepribadian ganda (split personality), dimana mereka akan menunjukan perilaku yang terpuji ketika berada di tempat yang menjadi simbol kesalihan seperti mesjid, sekolah dan lainya, tetapi mereka berubah menjadi manusia yang tidak bermoral ketika berada di luar itu.

Sudah bukan waktunya lagi ketika beban pembinaan moralitas anak-anak kita serahkan pada salah satu pihak saja, sementara pihak yang lain merasa tidak bertanggung jawab. Dengan perkembangan dunia teknologi informasi sekarang ini, yang lebih banyak menawarkan sesuatu yang negatif kepada anak-anak kita, maka dibutuhkan integrasi semuanya, sehingga ke depan anak-anak kita mampu menjadi generasi yang baik dan memiliki integritas tinggi terhadap moralitas. Semoga

Label: