Sabtu, 22 Mei 2010

Meneladani Sifat Allah

Allah SWT. memperkenalkan diri-Nya dalam al-qur’an dengan banyak nama, atau dikenal dengan asma’ul husna (nama-nama yang baik). Dengan memperhatikan nama-nama Allah, kita mengenal dua “wajah” Allah. Pertama, kita sebut dengan “wajah” jalal-Nya, yakni nama yang menunjukan kebesaran-Nya, Kemahaperkasaan-Nya, dan kekuatan-Nya untuk memaksa hambaNya.

Sedangkan “wajah” yang kedua disebut dengan “wajah” jamal-Nya, yakni nama-nama yang mengandung kasih sayang-Nya, cinta-Nya dan kelembutan-Nya.

Dua wajah Allah ini selanjutnya dijelaskan oleh para sufi (ahli tasawuf) sebagai berikut; Pertama, jalaliyah Allah itu berkaitan dengan Dzat Allah, dan Dzat Allah adalah sesuatu yang tidak boleh digambarkan dan dibayangkan oleh manusia. Karena itu dalam Al-Qur’an sering digunakan ungkapan subhanallahi ta’ala ‘amma yashifun (Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan dan bayangkan).

Diantara asma Allah yang termasuk dalam jalaliyah adalah; ar-Rabb (Maha Pencipta lagi Pemelihara), al-Jabbar (Maha Perkasa), dzil-Jalal (Yang Memiliki Keagungan), al-Kabir (Yang Maha Besar) dan sebagainya.

Kedua, ”wajah” Jamal Allah, yaitu yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah, dan diantara sifat-sifat Allah yang jamaliyah itu adalah ar-Rahman (Mahakasih), ar-Rahim (Mahasayang), ar-Razaq (Maha Memberi Rizki), al-Hafidz (Mahamemelihara), dan lainnya. Kalau dalam jalaliyah kita harus membersihkan dari bayangan tentang Allah, maka dalam jamaliyah kita harus melakukan tasybih, yaitu meniru sifat Allah, atau disebut dengan takhalluq bikhuluqillah (berakhlak dengan akhlak Allah).

Allah Maha memberi rizki kepada hambaNya tanpa mengharap imbalan misalnya, maka prinsip memberi tanpa pamrih ini harus selalu dikembangkan dalan kehidupan sehari-hari seorang muslim. Perilaku ini pada hakikatnya merupakan bentuk dari tasybih (duplikasi/meniru) terhadap sifat-sifat Allah SWT. yang terdapat dalam asma’ul husna.

Allah SWT. bersifat Al-Wahhab, Al-Fattahu, dan Al-‘Alimu, ketiganya merupakan pancaran dari sifat Allah yang Maha Pemberi, Maha Pembuka dan Ilmu-Nya Maha Menjangkau. Maha Memberi walaupun hambanya tidak memintanya. Allah SWT memberi berulang kali tanpa mengharap imbalan, baik di dunia maupun di akhirat.

Begitulah gambaran sederhana, betapa Allah SWT Maha Memberi kepada hambanya. Jika demikian, pertanyaannya adalah dapatkah manusia meneladani sifat Allah tersebut?

Tentu dapat. Yang bisa kita teladani dari sifat ini adalah semangat untuk memberikan sesuatu kepada orang lain tanpa vested interested (pamrih), yaitu semangat untuk memberi tanpa mengharap penghargaan dan penghormatan dari orang lain. Ia melakukan sesuatu karena tuntutan hati nurani dan semata-mata karena Allah SWT. Dan seandainya kita berfikir jernih, maka pada hakikatnya yang kita berikan kepada orang lain akan kembali kepada si pemberi, baik disadari ataupun tidak.

Akhirnya, usaha manusia sebagai hamba untuk meniru sifat jamaliyah Allah SWT. merupakan bentuk kesungguhan manusia untuk menjadi ‘abid yang baik. Usaha meniru ini tentunya tidak akan sama dengan sifat asli yang dimiliki Allah SWT., akan tetapi yang penting adalah semangat untuk meneladani apa yang Allah SWT. perbuat terhadap mahluk-Nya.

Semoga kita bisa menjadi hamba yang sesuai dengan apa yang rasul anjurkan untuk takhallaqu bikhuluqillah (berakhlak dengan akhlak Allah), amiin ya rabbal alamin.

Label:

Sabtu, 15 Mei 2010

Pergaulan Bebas, No Way!

Asyik memang mengikuti perkembangan dunia di berbagai media, baik media cetak maupun elektronik. Model pakaian, jenis musik, film terbaru, bahkan sampai pola hubungan berpacaran merupakan hal yang senantiasa di update oleh remaja kita.

Perkembangan teknologi informasi (baca; internet) sekarang ini menjadikan masyarakat dunia seolah tanpa batas (borderless). Orang yang berada di ujung dunia timur dapat berhubungan dengan orang di ujung dunia barat sana.

Orang dapat menjalin komunikasi suara dengan hand phone dan telephon. Dapat saling melihat dengan menggunakan video streaming dan 3G. Dan semuanya itu semakin dipermudah dengan adanya internet yang menyajikan banyak fasilitas hiburan sampai situs-situs pertemanan semacam facebook, twitter, dan sebagainya.

Pegaulan bebas (baca; pacaran bebas) merupakan salah satu dampak negatif dari perkembangan dunia, terutama teknologi informasi dan hiburan. Hal ini terjadi karena begitu mudahnya orang meyaksikan tayangan-tayangan yang menampilkan contoh pergaulan bebas tersebut, sehingga pada akhirnya dijadikan sebagai rujukan dalam kehidupannya.

Sekarang ini, batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan sudah tidak jelas. Perilaku yang dulu dianggap tabu dan pamali sekarang sudah dianggap biasa. Seorang perempuan dahulu, jangankan untuk ”berkumpul” dengan laki-laki yang bukan muhrim-nya, hanya diajak bicara oleh lawan jenis saja sudah merasa malu dan risih.

Seorang perempuan dulu, jangankan menampakan paha dan payudaranya dalam berpakaian, roknya sedikit tersingkap angin saja sudah merah mukanya karena merasa malu dan bersalah.

Kita tentu masih memiliki nurani yang senantiasa berkata benar. Masalahnya adalah bukan hanya sebatas mampu membedakan dan mengatakan yang benar saja, tetapi harus mampu menghindari hal-hal negatif tersebut. Kita harus memiliki tekad yang kuat sehingga mampu untuk menangkal dampak negatif itu.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa akibat yang dihasilkan dari pergaulan bebas adalah terkena AIDS, hamil di luar nikah, dan penyakit kanker mulut rahim (serviks). Bagi remaja tentunya akan mematahkan cita-cita besar yang ia miliki jika ia terkena akibat tersebut. Ia tidak akan bisa melanjutkan sekolah, merasa bersalah dalam hidupnya, dan terakhir ia akan menjalani pernikahan dini yang kurang baik bagi kehidupannya.

Paling tidak, dua hal yang dapat dilakukan untuk menghindari pergaulan bebas oleh remaja kita. Pertama, sibukkan diri dengan hal-hal dan aktivfitas positif dalam kehidupan sehari-hari, termasuk aktif di sekolah. Semakin kita sibuk dengan banyak hal, maka keinginan-keinginan untuk melakukan pergaulan bebas akan semakin tereliminir, hal ini dikarenakan energi yang ada sudah digunakan untuk aktifitas positif tersebut.

Kedua, perbanyak amal ibadah dan menambah pengetahuan agama. Agama sudah secara jelas mengatur bagaimana interaksi antara laki-laki dan perempuan, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Agama merupakan benteng yang sangat kuat dalam menangkal pergaulan bebas.

Akhirnya, dengan alasan apapun, pergaulan bebas merupakan sikap hidup yang tidak sesuai dengan aturan, baik agama, adat ataupun norma yang berlaku dalam masyarakat. Marilah kita berusaha dengan maksimal untuk bisa menghindari pergaulan bebas. Pergaulan bebas, no way!

Label:

Kamis, 06 Mei 2010

COLLABORATIVE LEARNING DALAM MENGELOLA KELAS

Definisi pendidikan dalam UU Sisdiknas tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara

Satu hal yang menurut penulis perlu digaris bawahi adalah mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Inilah sesungguhnya yang paling utama dari seluruh proses yang ada. Suasana belajar di kelas sangat ditentukan oleh sejauh mana guru mampu menggunakan metode, model dan gaya mengajar.

Beberapa ahli pendidikan menyatakan, bahwa betapapun bagusnya suatu kurikulum, hasilnya sangat bergantung pada apa yang dilakukan oleh pendidik dalam kelas. Kualitas pembelajaran juga dipengaruhi oleh sikap pendidik yang kreatif untuk memilih dan melaksanakan pendekatan dan model pembelajaran.

Oleh karena itu pendidik harus selalu menumbuhkembangkan sikap kreatifnya dalam mengelola pembelajaran, misalnya, dalam memilih dan menerapkan strategi, pendekatan, metode maupun media pembelajaran yang relevan dengan kondisi peserta didik dan tujuan pembelajaran.

Collaborative Learning Dalam Mengelola Kelas

Salah satu upaya untuk mewujudkan suasana belajar yang memungkinkan peserta didik berkomunikasi secara baik adalah dengan menggunakan metode pembelajaran Collaborative Learning (pembelajaran kerjasama). Collaborative Learning merupakan salah satu bentuk dari pembelajaran Active Learning yang lebih menekankan kepada aktifitas dan kreatifitas siswa. Metode ini meliputi berbagai cara untuk membuat peserta didik aktif sejak awal melalui aktifitas-aktifitas yang membangun kerja kelompok dan dalam waktu yang singkat membuat mereka berpikir tentang materi pelajaran.

Realisasi collaborative learning dalam pembelajaran adalah peserta didik dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang berbeda. Setiap kelompok diberi tugas untuk menyelesaikan suatu masalah dengan cara bekerja sama dengan seluruh anggota kelompoknya. Setiap anggota diharuskan aktif dalam menyelesaikan masalah tersebut.

Guru memonitor jalannya kerjasama dan memberikan bimbingan jika menemukan kelompok yang kurang baik dalam bekerja sama. Pembelajaran dengan metode ini dilakukan dalam beberapa kali pertemuan, tergantung pada seberapa sulit masalah yang harus dipecahkan. Durasi pertemuan antar anggota kelompok maupun antar kelompok dalam bekerja sama akan memberikan pengaruh terhadap keberhasilan metode ini. Pertemuan kelompok yang teratur dalam jangka waktu tertentu akan dapat meningkatkan kesuksesan dibanding kelompok yang hanya bekerja sama kadang-kadang saja.

Pembelajaran ini dirancang untuk memaksimalkan keberhasilan belajar secara kolaboratif dan untuk mengasah keterampilan kerjasama siswa dalam berinteraksi dengan teman-temannya, dan juga untuk meminimalkan kegagalan belajar yang dilakukan secara sendiri-sendiri.

Kelebihan Metode Collaborative Learning

Paling tidak ada tiga kelebihan dari Collaborative Learning. Pertama, metode pembelajaran kelompok ini merupakan bentuk usaha dari pendidik dalam memberikan pembelajaran yang lebih menekankan pada aspek afektif dan psikomotor. Dalam pelaksanaannya metode ini tetap memperhatikan aspek kognitif, tetapi dalam porsi yang lebih sedikit. Hal ini berbeda dengan metode-metode lainnya seperti ceramah, tanya jawab, diskusi dan lainnya yang memiliki kecenderungan untuk memberikan materi yang bersifat kognitif.

Penekanan pada afeksi (sikap) siswa merupakan sesuatu yang harus menjadi agenda pendidik. Siswa seringkali memiliki kemampuan kognitif yang baik, tetapi lemah dalam afeksi. Mereka cenderung apatis, dan tidak tergugah hatinya terhadap segala kejadian dan peristiwa yang terjadi di masyarakat karena afeksinya rendah.

Kedua, hubungan dan interaksi antar peserta dalam collaborative learning dapat menjadi wahana bagi anggota kelompok untuk dapat memanfaatkan semua informasi, tanggapan dan berbagai reaksi dari kelompok lain. Artinya, dari metode ini diharapkan siswa mampu mengelola dan menumbuhkan sikap sosial yang baik.

Dan ketiga, kesempatan mengemukakan pendapat, tanggapan dan berbagai reaksipun dapat menjadi peluang yang sangat berharga bagi siswa untuk mengekspresikan segala dinamika psikologis mereka. Kesempatan timbal balik inilah yang merupakan dinamika kelompok yang dapat membawa manfaat bagi seluruh anggota kelompok dalam bekerja sama.

Akhirnya, kemampuan pendidik dalam mengorganisasi kelas merupakan sesuatu yang mutlak harus dimiliki. Dan collaborative learning adalah salah satu alternatif metode yang dapat digunakan, disamping metode-metode lainnya. Selamat mencoba!

Label: