Kamis, 28 April 2011

cara cepat dan mudah meraih rejeki



Rabu, 27 April 2011

peluang usaha menjanjikan


Selasa, 26 April 2011

MENJADI 'KARTINI' DI MASA KINI


Peringatan hari lahirnya Raden Ajeng Kartini, atau yang populer dengan R.A. Kartini, pada tanggal 21 April setiap tahunnya menjadi sebuah rutinitas yang cenderung kering nilai dan makna. Acara seremonial ini dilakukan hanya sebatas upacara-upacara yang menggunakan baju tradisional. Biasanya remaja putri dan ibu-ibu yang sibuk pada momen ini.
Peringatan Hari Kartini biasanya ramai di sekolah-sekolah, mulai dari TK sampai SLTA. Di tingkat perguruan tinggi biasanya sudah sangat jarang, hal ini terjadi karena para mahasiswa kebanyakan menganggap bahwa peringatan hari Kartini merupakan agenda anak-anak sekolah saja.
Tentu kita mengharapkan sesuatu yang positif dari kegiatan ini. Artinya, ada manfaat atau hikmah yang bisa diambil oleh anak-anak kita di sekolah, dan masyarakat kita pada umumnya (terutama kau perempuan) dari peringatan hari lahir R.A. Kartini tersebut.
R.A. Kartini adalah seorang putri bangsawan yang berupaya untuk mengangkat derajat kaum perempuan yang terbelenggu oleh tradisi masyarakatnya. Upaya emansipasi yang dilakukan oleh Kartini diketahui dari curahan hatinya melalui surat-menyurat yang dilakukannya dengan seorang bangsawan Belanda.
Seorang perempuan pada saat itu hanya diposisikan pada kelas yang ke sekian di bawah bayang-bayang laki-laki. Perempuan tidak dizinkan oleh orang tuanya untuk sekolah dan menuntut ilmu yang tinggi sebagaimana kaum laki-laki. Begitu pula dalam hal kiprah di masyarakat, perempuan dianggap tidak mampu untuk mengemban tugas sosial kemasyarakatan, seperti menjabat sebagai carik (juru tulis), punggawa keraton (petugas keamanan), demang (jabatan politik di tingkat kecamatan), dan sejenisnya
Hal ini dikarenakan masyarakat menganggap bahwa peran perempuan pada akhirnya akan kembali menjadi seorang istri yang hanya berkutat pada persoalan domestik (rumah tangga), bukan pada persoalan publik yang membutuhkan kemampuan intelektual. Persoalan domestik kala itu hanyalah berkaitan dengan memasak di dapur untuk makan suaminya, mengurus  anak-anak, dan melayani suami di tempat tidur.
Secara politis kondisi  ini juga sengaja diciptakan dan dibiarkan oleh pemerintah kolonial Belanda ketika itu agar masyarakat tidak memiliki kemampuan dan wawasan luas sehingga mereka terus menerima kondisi terbelenggu oleh penjajah. Atau dengan istilah lain sengaja dibodohkan.
Pertanyaannya adalah nilai-nilai apa yang bisa diambil dari perjalanan dan perjuangan hidup Kartini bagi generasi muda (terutama siswa-siswi di sekolah) sekarang ini.
Paling tidak ada tiga nilai positif yang dapat diteladani dari perjalanan hidup Kartini. Pertama, keberanian untuk melawan hegemoni kekuasaan ”istana”. Dibutuhkan keberanian dalam menjalani hidup dan kehidupan ini. Sekarang ini, manusia dihadapkan pada berbagai pilihan hidup yang sangat komplek yang membutuhkan keberanian untuk menghadapinya.
Seorang manusia tidak mungkin berhasil ketika tidak memiliki keberanian untuk mengambil sikap. Takut merupakan musuh mereka yang memiliki cita-cita besar sebagaimana yang diimpikan oleh Kartini. Kartini berani melawan  kekuatan ”istana” dan kaum bangsawan demi memperoleh hak dan kewajiban yang sama antara kaum laki-laki dan perempuan.
Kedua, upaya emansipasi (persamaan hak dan kewajiban) wanita dengan laki-laki. Kartini menuntut adanya kesetaraan gender. Emansipasi merupakan kondisi kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam segala aspek kehidupan. Tuhan menciptakan manusia dalam kondisi yang sama. Tidak ada perbedaan mendasar antara laki-laki dan perempuan di mata Tuhan. Hanya ketakwaan yang membedakannya. Itulah yang diperjuangkan oleh Kartini.
Sekarang ini, di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin pesat, dan dinamika sosial yang sangat komplek, masih sering kita mendengar adanya diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Misalnya, ada saja perusahaan yang membedakan peran dan fasilitas yang diberikan kepada karyawannya hanya berdasarkan pertimbangan gender, bukan karena pertimbangan kompetensi yang dimilikinya. Tentu hal ini seharusnya tidak perlu terjadi jika kita menghayati perjuangan yang dilakukan Kartini.
Ketiga, berani berkorban. Kerelaan untuk berkorban demi orang lain adalah sesuatu  yang sangat mulia. Sekarang ini, sikap mementingkan kepentingan orang lain  sudah menjadi hal yang langka. Orang cenderung egois, artinya  hanya mementingkan kepentingan dirinya sendiri. Egoisme  semakin terasa dalam kehidupan perkotaan, di mana orang sangat sibuk dengan kesibukannya masing-masing sehingga cenderung acuh terhadap orang lain, sekalipun tetangganya yang berada di sebelah rumahnya.
Ketiga hal itulah barangkali yang harus ditanamkan pada anak-anak kita dalam momentum peringatan Hari Kartini tahun ini.
Selamat Hari Kartini, semoga kita bisa menjadi ”Kartini” di masa kini.
oleh Abdul Wahid
dimuat di H.U. Pikiran Rakyat, 20 April 2011

Label:

Kamis, 07 April 2011

MAKNA DOA BERSAMA SEBELUM UJIAN NASIONAL



Beberapa hari kedepan anak-anak kita di tingkat SLTA akan  menghadapi Ujian  Nasional (UN), dilanjutkan dengan tingkat SLTP dan terakhir SD. UN merupakan agenda tahunan setiap lembaga pendidikan formal di Indonesia, mulai dari tingkat SD/MI sampai SLTA/Aliyah yang diselenggarakan langsung  oleh pemerintah untuk menilai hasil pembelajaran siswa di tingkat satuan pendidikan.
Setiap tahun, pelaksanaan  UN  selalu menjadi pembicaraan hangat bahkan  kontroversi karena masih terdapat perbedaan sudut pandang dalam menyikapinya. UN sekarang berbeda dengan tahun lalu, yaitu pelaksanaannya setelah ujian sekolah. Perubahan ini dikarenakan perubahan penentu kelulusan. Beberapa tahun ke belakang, nilai UN merupakan penentu kelululusan, sedangkan sekarang ini nilai ujian sekolah juga memiliki peran yang besar dalam menentukan lulus tidaknya siswa yang dilakukan dalam rapat dewan guru di setiap sekolah. Namun demikian UN  tetap menjadi sesuatu membuat sekolah ketar-ketir  menghadapinya.
Do’a Bersama Menjelang UN
Paling tidak ada dua upaya yang dapat dilakukan oleh siswa, guru, dan orang tua dalam menghadapi UN. Pertama, upaya yang bersifat ”lahir”, upaya ini biasanya berupa aktivitas-aktivitas pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dan guru. Siswa mengikuti les, diskusi, latihan soal, dan sebagainya. Upaya ini dilakukan seiring kegiatan rutin di sekolah dalam proses belajar mengajar. Upaya lahir yang juga penting adalah mempersiapkan sarana  yang digunakan dalam ujian  sebaik mungkin.
Kedua, upaya yang bersifat ”batin”. Upaya ini dilakukan dengan cara mengadakan aktivitas yang bersifat keagamaan  seperti berdoa bersama di sekolah, sholat, tobat, meminta restu kepada guru dan orang tua dan meningkatkan ibadah lainnya.
Penulis ingin menggarisbawahi kegiatan do’a bersama yang dilakukan di sekolah menjelang UN. Kegiatan do’a bersama sesunguhnya merupakan upaya batin yang diupayakan oleh siswa dan guru dalam rangka menghadapi UN. Di beberapa sekolah sering diistilahkan dengan istighotsah seperti yang sering dilakukan oleh saudara kita kaum nahdliyin. Biasanya kegiatan ini dilakukan dengan membaca al-Qur’an bersama, sholawat, istighfar, tahlil, tahmid, takbir dan bacaan-bacaan lainnya.
Do’a bersama yang dilakukan di sekolah merupakan bentuk pengakuan hamba kepada tuhannya, bahwa apapun upaya yang dilakukan, ujungnya adalah Allah yang akan memberikan keputusan terbaik untuk hambanya, termasuk hasil UN. Jika do’a bersama ini dilakukan dengan baik, maka menurut hemat penulis akan dapat meningkatkan ketawakalan siswa kepada Allah SWT.  
Bimbinglah anak, dalam do’anya, agar menyadari bahwa selama ini ia begitu banyak melakukan kesalahan dan dosa, sehingga perlu untuk minta ampun dalam bentuk istighfar dan do’a lainnya. Sebagai mahluk yang meyakini adanya Tuhan, yakinkan bahwa segala sesuatu ditentukan oleh Allah dengan segala kekuasaan yang dimilikinya mampu merubah segala yang ada sesuai dengan qudrah dan iradah-Nya.
Galilah emosi anak dengan mengungkapkan beberapa kejadian dalam hidup ini (muhasabah), seperti pengorbanan orang tua terhadap anaknya, terutama ibu. Sementara pada saat yang bersamaan sang anak justru lebih banyak melakukan kesalahan yang menyebabkan orang tua malu. Dilanjutkan dengan mengungkapkan dosa-dosa yang sering dilakukan, seperti meninggalkan kewajiban-kewajiban agama, perilaku yang membuat malu guru dan orang tua  dan sebagainya. Biasanya anak yang tersentuh emosinya akan menangis.
Kemukakan juga hal-hal yang menurut prediksi kita  tidak akan terjadi, tapi terjadi. Dan sebaliknya hal-hal yang diperkirakan akan terjadi, kemudian tidak terjadi. Simpulkan bahwa itu semua adalah kekuasaan Allah.
Upayakan, dalam do’a yang dipanjatkan, tidak  mendikte Allah SWT. untuk memberikan kelulusan. Mohonlah yang terbaik kepada-Nya. Sebab hanya Allahlah yang tahu hal-hal terbaik yang cocok buat kita. Karena Allahlah yang menciptakan.  Yang menciptakan pastilah lebih tahu apa yang baik dan tidak baik bagi yang diciptakannya.
Permohonan semacam ini juga merupakan implementasi dari tauhid kita kepada Allah. Orang yang sudah bertauhid dengan benar, maka ia akan sadar bahwa apapun yang diberikan oleh Allah adalah bentuk dari kasih sayangnya.
Janganlah sekali-kali timbul dalam  hati kita perasaan ragu terhadap kekuasaan Allah SWT. Ujian Nasional bukan segala-galanya. Kita tidak akan mati jika tidak lulus UN. Atau kita dijamin masuk surga ketika lulus UN. UN hanyalah satu dari banyak indikator kesuksesan dalam hidup. Oleh karena itulah kita harus bijaksana dalam menghadapinya.
Semoga Allah SWT. memberikan yang terbaik untuk hamba-hambanya yang senantiasa berusaha dan tawakal. (dimuat di Harian Umum Pikiran Rakyat, 5 April 2011
Oleh Abdul Wahid