Kamis, 03 Maret 2011

MENCIPTAKAN BUDAYA KEAGAMAAN DI SEKOLAH




            Secara normatif pendidikan diharapkan dapat memberi petunjuk bagi keberlangsungan kehidupan sesuai dengan tata nilai ideologis, agama dan kultur bangsa. Dan  secara material pendidikan seyogyanya da
pat memberikan pengetahuan yang memajukan dan mempertinggi kualitas hidup, baik dalam  kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun bernegara.
            Untuk dapat mewujudkannya dibutuhkan proses kreatif dan inovatif dari penyelenggara pedidikan. Kebanyakan praktik pendidikan menggunakan model belajar yang cenderung tradisional. Dalam proses pendidikan tradisional, pendidik selalu menganggap siswa  sebagai objek yang tidak memiliki  potensi apapun (impotensi akademik). Pendekatan pendidikan semacam  ini menyebabkan  anak tidak terbiasa menghadapi permasalahan yang muncul secara kritis.
Cara mengajar yang sekedar duduk di depan kelas sesungguhnya menjadi tanda kurangnya dinamisme sebagai seorang pendidik sejati. Bisa jadi ini hanya sebuah simbol dan tidak mewakili sosok guru seutuhnya secara keseluruhan. Jika demikian adanya, seakan jauh rasanya seorang guru dapat menciptakan pembelajaran yang produktif dan profesional. Padalah guru juga memiliki tanggungjawab dalam memodifikasi proses integrasi dan optimalisasi sistem pendidikan di sekolah.
Seharusnya yang dikembangkan adalah pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada active learning sehingga siswa terbiasa aktif dan terbiasa  untuk mencari pemecahan  dari masalah yang timbul.
Guru juga harus mampu menyampaikan pesan moral dan keyakinan agama atas sikap dan perilaku yang dilakukannya.  Artinya dalam setiap performance individualnya, guru harus dapat membawa pesan kepada anak didik untuk menyadari akan adanya dimensi moral dan agama dalam dinamika kehidupan ini.
Bagaimana dengan guru PAI yang sejak awal sudah menyandang predikat berpengetahuan agama yang tentu di dalamnya mengajarkan nilai dan moral yang baik yang berdasarkan tuntunan wahyu?
Peran guru PAI menjadi sangat penting dalam hal ini. Sebab pada dasarnya seorang guru PAI bukan hanya sekadar mengajarkan nash-nash ayat al-Qur’an, ataupun doktrin agama lainnya, tetapi lebih dari itu, Ia juga harus mampu menjadikan dirinya contoh untuk mengamalkannya dalam kehidupan kesehariannya sebagaimana diungkap dalam pepatah guru adalah digugu dan ditiru.
Secara formal PAI bertujuan untuk,  pertama, menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Kedua, mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama  dan berakhlak mulia  yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.
Guru PAI  di era globalisasi seperti saat ini perlu tampil sebagai pendidik, pengajar, pelatih, sekaligus inovator dan dinamisator secara  integral dalam mencerdaskan anak didiknya. Upaya meciptakan budaya keagamaan atau religious culture di sekolah adalah dalam rangka untuk mengamalkan ajaran dan nilai-nilai yang di ajarkan dan upaya mencari alternatif pemecahan persoalan banhgsa yang semakin karut marut..
Penciptaan religious culture dapat dilakukan dengan mengadakan  berbagai aktivitas keagamaan, seperti sholat berjamaah, mengucapkan salam dan tadarus al-Qur’an.
Budaya keagamaan merupakan kebiasaan yang dilakukan secara rutin dan spontan dalam kehidupan sehari-hari yang mencerminkan pelaksanaan nila-inilai agama dan  moral. Kemampuan guru PAI untuk mampu meyakinkan seluruh civitas akademika di lembaga pendidikan, terutama kepala sekolah, akan pentingnya budaya keagamaan adalah kuncinya. Ketika seorang kepala sekolah sebagai pemegang kebijakan sekaligus penanggung jawab di sekolah sudah memiliki komitmen yang sama dalam menciptakan budaya keagamaan, maka dalam pelaksanannya akan lebih mudah.
Kegiatan berupa membaca al-Qur’an ketika memulai pelajaran dan menutup kegiatan belajar dengan membaca asma’ul husna, membiasakan salam dan sapa antara siswa dan guru ataupun siswa dengan siswa, sholat dzuhur dan jum’atan berjamaah di sekolah, peringatan hari besar keagamaan dan penggunaan baju muslimah bagi siswi yang muslim dan lain sebagainya. Semuanya itu merupakan kegiatan sederhana  yang sesungguhnya memiliki dampak yang positip dalam menciptakann sense of religious siswa.
Kesadaran semua pihak, bukan hanya guru agama, bahwa pembiasaan perilaku keagamaan di sekolah merupakan  alternatif jawaban dari berbagai persoalan bangsa ini sangatlah dibutuhkan. 
 Oleh Abdul Wahid

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda