Rabu, 04 Agustus 2010

MENERAPAKN MODEL PEMBELAJARAN TERPADU

Dalam praktik penyelenggaraan pendidikan di sekolah, sering terjadi dikotomi atau pemilahan antara ilmu agama dan ilmu umum. Hal ini semakin terasa di lembaga pendidikan yang dikelola oleh organisasi keagamaan. Implikasi dari semua ini adalah adanya perlakuan dan sikap yang berbeda dari masing-masing pihak yang berada pada bidang agama dan non agama. Seolah-olah keduanya adalah sesuatu yang berseberangan dan tidak mungkin untuk disatukan.

Sejatinya pemilahan tersebut tidaklah pada tempatnya untuk dibesar-besarkan, karena dalam Islam sendiri mengajarkan agar seluruh aspek kehidupan dikaji dengan baik, tanpa melihat dan membedakan aspek duniawi ataupun ukhrowi. Allah menyuruh manusia untuk mengejar kehidupan akhirat dengan tanpa melupakan kehidupan dunia.

Ilmu-ilmu ayang ada sekarang pada hakikatnya berasal dari Allah SWT., karena sumber ilmu tersebut berupa wahyu, alam jagat raya, manusia dengan perilakunya, seluruhnya adalah ciptaan Allah yang diberikan kepada manusia. Atas dasar paradigma tersebut, seluruh ilmu hanya dapat dibedakan dalam nama dan istilahnya saja, sedangkan hakikat dan substansi ilmu tersebut sebenarnya satu dan berasal dari Tuhan sebagai pencipta seluruh alam.

Sebagai salah satu solusi dari hal ini adalah menerapkan pembelajaran terpadu PAI dengan pelajaran yang selama ini dianggap sebagai pelajaran umum. Secara sederhana model ini dilakukan dengan cara memadukan materi-materi keagamaan dalam pelajaran-pelajaran umum.

Pembelajaran terpadu berangkat dari kurikulum terpadu (integrated curriculum), yaitu kurikulum yang disusun dengan memadukan dan mengembangkan materi pelajaran yang terintegrasi antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain, tetapi tetap memelihara identitas mata pelajaran induk, seperti matematika, IPA, IPS, PKn dan sebagainya.

Pengajaran terpadu dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama, materi beberapa mata pelajaran disajikan dalam tiap pertemuan hanya menyajikan satu jenis mata pelajaran, biasanya disebut dengan pelajaran tematik. Cara kedua, keterpaduannya diikat dengan satu tema pemersatu, yaitu meyakini kekuasaan Tuhan dan menjadikan moralitas dan etika sebagai nilai utama (main values).

Sebagai contohnya adalah ketika seorang guru IPA menjelaskan tentang susunan alam semesta, hukum-hukum alam berkaitan dengan bumi, tata surya dan lainnya, maka pada kesimpulan akhirnya ia harus menyatakan bahwa semua isi alam semesta dan pengaturannya dilakukan oleh sebuah kekuatan yang Maha Dahsyat yang tidak lain adalah kekuasaan Allah SWT.

Ketika seorang guru sejarah menjelaskan periodisasi sejarah, tokoh-tokoh yang berperan di dalamnya, maju mundurnya sebuah peradaban dan lainnya, maka ia akan menutup penjelasannya dengan mencari hikmah sejarah yang dapat diperoleh sehingga siswa bisa mengambil pelajaran dari peristiwa sejarah tersebut untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep, dapat dikatakan sebagai pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna, karena dalam pembelajaran terpadu, anak akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu melalui pengalaman langsung yang menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami.

Dengan demikian dibutuhkan kerjasama antara beberapa guru mata pelajaran yang berbeda dan komitmen pemegang kebijakan di lembaga pendidikan (kepala sekolah) tersebut dalam menyusun bahan ajar dan ketika proses belajar mengajar berlangsung. Atau paling tidak ada komitmen bersama antar seluruh sivitas akademika dalam proses belajar mengajar untuk lebih membina moralitas siswa.

Implementasi integrated learning dalam PAI sesungguhnya tidak harus diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Islam, akan tetapi juga lembaga pendidikan secara umum. Sebab, konsep ini dapat dilakukan secara fleksibel dengan memperhatikan berbagai kondisi di lingkungan sekolah.

Satu hal yang lebih penting dari itu semua adalah berkaitan dengan tujuan dari konsep pembelajaran terpadu yaitu untuk menjadikan siswa sebagai manusia yang memiliki integritas tinggi terhadap moralitas dan etika dan bukan menjadi manusia yang memiliki kepribadian ganda (split personality), dimana mereka akan menunjukan perilaku yang terpuji ketika berada di tempat yang menjadi simbol kesalihan seperti mesjid, sekolah dan lainya, tetapi mereka berubah menjadi manusia yang tidak bermoral ketika berada di luar itu.

Sudah bukan waktunya lagi ketika beban pembinaan moralitas anak-anak kita serahkan pada salah satu pihak saja, sementara pihak yang lain merasa tidak bertanggung jawab. Dengan perkembangan dunia teknologi informasi sekarang ini, yang lebih banyak menawarkan sesuatu yang negatif kepada anak-anak kita, maka dibutuhkan integrasi semuanya, sehingga ke depan anak-anak kita mampu menjadi generasi yang baik dan memiliki integritas tinggi terhadap moralitas. Semoga

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda