Minggu, 28 Maret 2010

ibadah dengan rasa cinta

oleh abdul wahid
Seorang muslim terkadang menjadikan ibadah sebagai sarana untuk mendulang pahala sebanyak mungkin, sehingga ia berharap mendapatkan balasan dari Allah SWT berupa surga dan terhindar dari neraka.
Berkaitan dengan hal ini ada sebuah dialog menarik antara Nabi Muhamad SAW dengan sahabatnya. Seorang sahabat bertanya kepada Nabi Muhammad: “Apakah seorang mukmin akan dapat masuk surga dengan mengandalkan pahala yang ia peroleh dari ibadahnya?” Beliau menjawab; “Tidak!”. Selanjutnya Beliau bersabda; ”Tidak juga Aku, kecuali Allah telah memayungiku dengan rahmat dan pengampunan-Nya”.
Namun demikian, dengan sifat rahman dan rahim, serta ghofur-Nya, Allah SWT. menjanjikan sebuah reward (hadiah) bagi mereka yang mencintai-Nya. Sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. ali- Imran: 31: ”Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. ali-Imran : 31)
Hamba yang berusaha mencintai-Nya, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengenal-Nya. Sidi Abdul Qadir menyebutkan tiga tahapan pengenalan seorang hamba terhadap Allah SWT.
Pertama, melalui sifat-sifat-Nya. Dengan mengenal sifat-sifat Allah, baik sifat jalaliyah (keperkasaan) maupun jamaliyahnya (kemurahan dan kelembutan), maka akan menjadikan manusia lebih akrab dengan Allah.
Kedua adalah dengan mengenal nama-nama-Nya sebagaimana tercantum dalam asma al-husna akan memberikan kekuatan ketika ia berdo’a. Hal ini Allah kemukakan dalam Q.S. al -A’raf : 180; “Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S.al A’raf : 180)
Dan ketiga, mengenal af’al-Nya. Af’al dapat diartikan sebagai perbuatan-perbuatan-Nya, artinya dengan mengenal perbuatan Allah berupa ciptaan-ciptaan-Nya akan menjadikan manusia merasa lebih dekat dengan Allah.
Dalam pandangan Quraish Shihab, pamrih atau tujuan dalam beribadah kepada Allah adalah sesuatu yang dibolehkan, karena tujuan disamping merupakan tujuan utama dapat juga menjadi “jalan yang mengantar” ke tujuan yang lebih utama.
Rabi’ah Al-Adawiyah tidak menerima tujuan lain dalam beribadah, kecuali atas dasar cinta (mahabbah) kepada Allah SWT. Sehingga apapun yang dilakukan maka dasarnya adalah harus karena cinta, bukan karena takut atau karena mengharap sesuatu.
Rasa cinta (mahabbah) kepada Tuhan seyogyanya merupakan sebuah kesatuan tak terpisahkan dengan ibadah yang dilakukan.
Ketika rasa cinta kepada Allah sudah melekat dalam hati hamba, maka perintah dan larangan dalam al-qur’an maupun hadits tidak dianggapnya sebagai beban yang memberatkan, melainkan menjadi sarana untuk mewujudkan rasa cintanya.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana cara menumbuhkan mahabbah (rasa cinta) dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT. maka paling tidak ada tiga langkah yang harus dilaksanakan oleh seorang muslim.
Pertama, riyadhoh, yaitu latihan atau pembiasaan dalam menjalankan macam-macam ibadah. Kedua, mujahadah, yaitu kesungguhan untuk mencintai. Dan ketiga, menumbuhkan rasa bangga dalam berislam.
Demikianlah, sekelumit tentang beribadah yang didasari oleh mahabbah (rasa cinta) kepada Allah SWT. mudah-mudahan kita semua mampu menjadi orang yang selalu mahabbah kepada Allah SWT. amiin...

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda