Selasa, 23 Februari 2010

Pembinaan Kepribadian Melalui PAI Di Sekolah

PEMBINAAN KEPRIBADIAN MELALUI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH
Dalam dunia pendidikan kita, budaya kekerasan dan kemerosotan akhlak sekarang ini begitu terasa. Banyak peserta didik yang sering dinilai tidak hanya kurang memiliki kesantunan baik di sekolah, di rumah dan lingkungan masyarakat, tetapi juga sering terlibat dalam tindakan kekerasan massal seperti tawuran, perampokan di atas bus kota, keterlibatan kasus obat-obatan terlarang, dan sebagainya.
Pandangan simplistis menganggap bahwa kemerosotan akhlak, moral, dan etika peserta didik disebabkan karena gagalnya pendidikan agama (Islam) di sekolah. Harus diakui, dalam batas tertentu, pendidikan agama di sekolah memang memiliki kelemahan-kelemahan, sejak dari jumlah jam pelajaran yang sedikit, materi yang terlalu menekankan aspek teoritis, sampai kepada pendekatan yang cenderung bertumpu pada aspek kognisi (aqliyah) daripada afeksi (qalbiyah) dan psikomotor (fi’liyah). Berhadapan dengan berbagai masalah di atas, pendidikan agama sering dianggap “telah gagal” dan tidak fungsional dalam membentuk akhlak, moral, dan bahkan kepribadian peserta didik.
Dalam kenyataannya menunjukan bahwa pendidikan Islam masih terpolakan pada istilah pelajaran agama Islam dengan pelajaran non agama Islam, dimana pelajaran agama Islam kurang ditransformasikan untuk kepentingan sosial kemasyaraktan pada satu sisi, dan pelajaran non agama Islam tidak dijadikan sebagai sarana pendidikan iman dan moral bagi siswa.
Polarisasi atau dikotomi antara pelajaran agama Islam dan non agama Islam merupakan sesutu yang tidak sejalan dengan paradigma tauhid dalam pendidikan Islam. Allah SWT. telah menurunkan Islam sebagai rahmat bagi alam semesta, dimana setiap aspek kehidupan berhak untuk mendapatkan cahaya Islam yang sejati. Polarisasi tersebut akan mengakibatkan sebuah sikap yang merasa diri lebih Islami pada satu sisi, dan merasa kurang (atau bahkan tidak) Islami di sisi lain. Jika hal ini terjadi maka akan menjadikan Islam kurang menjadi rahmat bagi semesta alam ini.
Pendidikan agama pada hakikatnya adalah sebuah proses internalisasi nilai-nilai keagamaan yang dilakukan oleh pendidik terhadap anak didik. Melalui proses inilah kepribadian peserta didik dibangun. Proses ini mencakup beberapa tahapan. Tahapan pertama berupa upaya transfer of knowledge dari pendidik kepada peserta didik tentang nilai-nilai keagamaan tersebut. Tahapan selanjutnya, pendidik tampil dengan personifikasi nilai-nilai keagamaan untuk kemudian di respon dan diteladani oleh peserta didik.
Diperlukan sebuah upaya strategis dan inovatif untuk melaksanakan sebuah proses pendidikan agama, utamanya pembelajaran al-Qur`an, agar fungsi al-Qur`an sebagai hudan (petunjuk) dapat berjalan sebagaimana mestinya. Upaya strategis pembelajaran agama Islam tersebut meliputi proses pemilihan pendekatan, metode, teknik pembelajaran dan prosedur pembelajaran sehingga menghasilkan KBM yang berkualitas tinggi.
Implementasi pembelajaran pendidikan agama di sekolah cenderung konvensional. Hal ini tentu berkaitan dengan banyak hal, mulai dari kualitas guru agama, ketersediaan sarana, dan kemampuan pimpinan sekolah untuk memberikan rangsangan kepada guru agar lebih kreatif dalam menjalankan proses pembelajaran. Seharusnya yang dikembangkan adalah pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada active learning sehingga siswa terbiasa aktif untuk mencari pemecahan dari bebagai masalah yang timbul dalam kehidupan. Pendekatan ini merubah pola yang menjadikan guru sebagai pusat pembelajaran (teacher oriented) menjadi pendekatan siswa yang menjadi pusat pembelajaran (student oriented).
Pendidikan agama merupakan mata pelajaran normatif yang dalam ”pakemnya” berusaha membentuk siswa menjadi manusia yang beriman dan bertakwa dengan cara mengajarkan nilai-nilai agama kepada peserta didik. Cakupan materi pembelajaran PAI di sekolah adalah seluruh unsur ajaran pokok Islam dalam skala yang kecil, yaitu menyangkut akidah, ibadah, akhlak, muamalah, dan tarikh.
Pendidikan akhlak misalnya, merupakan bagian integral dari materi PAI yang memiliki peran sentral dalam rangka pembinaan kepribadian dan moral anak didik. Begitupun materi keimanan yang mengajarkan berbagai hal tentang hubungan manusia dengan Tuhan-nya. Jika keyakinan seorang hamba terhadap kekuasaan Tuhan sudah tertanam dengan baik, niscaya ia akan menjadi manusia shalih yang berkepribadian.
Satu hal utama yang harus diperhatikan adalah bahwa segala upaya kurikuler di atas tidak akan berhasil tanpa adanya teladan dari guru dan seluruh yang terlibat dalam proses pembelajaran siswa. Sebab kepribadian yang baik adalah sesuatu yang mudah untuk dibicarakan tetapi sulit untuk dipraktikan.

Label:

2 Komentar:

Pada 23 Februari 2010 pukul 17.10 , Blogger irfan mengatakan...

Pesantren kilat... apa itu pesantren kilat... Tahukah Anda apa itu pesantren kilat... Kegiatan seremonial yang melelahkan dan menghabiskan dana. Kegiatan yang diadakan hanya karena mengikuti trend bulan Ramadhan, seadanya, tanpa melihat substansi (materi, metode, dan keberlanjutan setelah selesai di sekolah).
Kalau memang Pendidikan Islam dilihat sebagai sebuah kebutuhan untuk menanggulangi kenakalan remaja, buatlah pesantren sebagai sebuah kegiatan yang menjadi ciri khas sebuah sekolah (seperti pesantren sore) yang sudah terintegrasi dalam kurikulum (atau bisa juga extra kurikuler).
Tawaran mengenai materi yang disampaikan ada baiknya berorientasi kepada kebutuhan siswa sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat yang terus berubah dan menggelobal (tapi tiap daerah berbeda-beda).

 
Pada 25 Desember 2014 pukul 08.19 , Blogger Unknown mengatakan...

apakah ini termasuk ruang lingkup

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda